tag:blogger.com,1999:blog-19365868629042961542024-02-19T08:27:01.481-08:00Muslim CreativeMuslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-71759534440091612582010-02-02T05:05:00.001-08:002010-02-02T05:07:33.183-08:00Al Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTQMSaQCwqScHy4zz9JK512R284zT2Xb0BzjLLJHQFtdCLWDioxOYguTQn4EjuSBi1oI2VUCTyo-Z9SDSQ-9poMTw9lTTYFf4BOXu1BYmY1oQ2L78jQiwb84hhqKASHEB8OUoE_f_oZ2o/s1600-h/habib-ali-al-habsyi11.gif"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 155px; height: 254px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTQMSaQCwqScHy4zz9JK512R284zT2Xb0BzjLLJHQFtdCLWDioxOYguTQn4EjuSBi1oI2VUCTyo-Z9SDSQ-9poMTw9lTTYFf4BOXu1BYmY1oQ2L78jQiwb84hhqKASHEB8OUoE_f_oZ2o/s400/habib-ali-al-habsyi11.gif" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5433631763467726114" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Habib Ali Alhabsyi dilahirkan pada 1286 Hijriyah (1869 Masehi) di Kwitang. Ayahnya, Habib Abdurahman bin Abdullah Alhabsyi, adalah seorang ulama yang lahir di Petak Sembilan, Semarang (Jateng), yang kemudian tinggal di Jakarta (Betawi). Di Betawi, Habib Abdurrahman menikah dengan seorang puteri ulama kelahiran Meester Cornelis (Jatinegara) bernama Nyi Salmah. Pada tahun 1296 Hijriyah (1879 M), Habib Abdurrahman meninggal dunia ketika Habib Ali berusia 10 tahun.<br /><br />Jenazahnya dimakamkan di dekat kediaman Raden Saleh yang bersebelahan dengan Taman Ismail Marzuki (TIM) sekarang ini. Pelukis tenar yang punya nama di dunia internasional ini merupakan kemenakan ayah Habib Ali, sama-sama kelahiran Semarang.<br /><br />Sebelum meninggal, Habib Abdurahman telah berwasiat kepada istrinya, Nyi Salmah, agar putranya (Habib Ali–Red) disekolahkan ke Hadramaut dan Makkah. Kala itu, untuk mendapatkan pendidikan agama, orang Betawi banyak menyekolahkan putra-putrinya ke Timur Tengah. Kebiasaan ini terus berlangsung sampai kini.<br /><br />Sesuai dengan pesan almarhum suaminya, Nyi Salmah pun menyekolahkan putranya ke Hadramaut. Selama lima tahun (1881-1886), Habib Ali berguru pada sejumlah ulama. Sebagai remaja yang haus akan ilmu, Habib Ali juga menempuh pendidikan di kota suci Makkah. Sekembali ke Indonesia, semangatnya untuk belajar terus menyala-nyala. Dia berguru dengan sejumlah ulama di Jakarta, termasuk Habib Usman Bin Yahya, mufti Betawi.<br /><br />Ketika terjadi pembantaian besar-besaran terhadap kaum Muslim di Tripoli, Libya, oleh Italia yang menjajah negeri itu, berita tidak berkemanusiaan ini pun sampai ke Jakarta. Banyak protes dari umat Islam, terutama melalui masjid-masjid. Dia pun diminta oleh gurunya, Habib Usman, di Masjid Pekojan, Jakarta Barat, berpidato untuk mengobarkan semangat kaum Muslim sebagai solidaritas terhadap saudaranya di Libya. Sejumlah tokoh Syarikat Islam (SI), seperti HOS Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim, berperan besar dalam menggerakkan solidaritas umat Islam Indonesia. Mereka mencetuskan agar produk-produk Italia yang ada di Indonesia untuk diboikot. Di samping memboikot mobil Fiat, mereka juga membakar peci stambul buatan Italia yang banyak digunakan ketika itu.<br /><br />Perjuangan kaum Muslim di Libya melawan penjajahan Italia ini dipimpin oleh Omar Mukhtar. Peristiwa ini telah difilmkan oleh Hollywood dengan judul Lion of the Desert (Singa Padang Pasir) yang diperankan oleh Anthony Quinn sebagai Omar Mukhtar.<br /><br />Majelis taklim Kwitang didirikannya pada 1911. Dengan cepat, majelisnya didatangi banyak pengunjung, termasuk dari daerah-daerah pinggiran, seperti Ciputat, Condet, hingga Depok. Karena kendaraan bus kota belum ada kala itu, murid-muridnya berdatangan dengan naik kereta api dan sebagian besar menggunakan delman.<br /><br />Di samping tasuwir (istilah untuk berpidato ketika itu), ia juga membuat beberapa kitab, seperti Al-Azhar al-Wardiyah (mengenai akhlak Nabi) dan Addurar Fi al-Shalawat al-Khair al-Bariyah (buku shalawat Nabi). Dia juga menggunakan kitab kuning karangan Habib Abdullah bin Alwi Alhadad, seorang ulama Hadramaut yang hidup sekitar 300 tahun lalu, yang mengarang Eatib Haddad yang masyhur itu.<br /><br />Sebagai ulama yang dikenal luas, Habib Ali berdakwah di hampir seluruh tempat di Tanah Air. Dia juga memiliki banyak murid di Singapura dan Malaysia. Di samping itu, ia juga telah berkeliling ke berbagai negara, seperti Pakistan, India, Kolombo, dan Mesir.<br /><br /><b>Pendidikan Islam modern</b><br /><br />Waktu itu, pendidikan agama lebih banyak dilakukan di rumah-rumah yang disebut ‘pengajian’ secara tradisional. Habib Ali merasa tertantang untuk membangun perguruan Islam modern. Maka, pada 1911, berdirilah Unwanul Falah yang letaknya di samping Masjid Kwitang. Pengajarannya dengan sistem modern, yaitu adanya pembagian kelas. Karena itulah, banyak orang yang mengakui bahwa Habib Ali adalah guru para ulama Betawi. Puluhan ulama terkenal pernah menjadi murid di Unwanul Falah yang juga terbuka untuk murid-murid wanita.<br /><br />Sekitar 300 meter dari majelis taklim, terletak Masjid Djami Kwitang (Ar-Riyadh). Pada tahun 1910, masjid ini semula sebuah mushala kecil. Dengan usaha Habib Ali, pada 1918 surau itu mengalami pembaharuan pertama berupa masjid dengan ruang depannya sebagai madrasah. Madrasah ini dinamakan Unwanul Falah. Kemudian, madrasah ini dipisahkan dari masjid menjadi dua buah sekolah untuk pria dan wanita. Tanah tersebut diwakafkan pemiliknya, Al-Kaff.<br /><br />Pada 1963, saat Habib Ali berusia lanjut, melalui putranya, Habib Muhammad, masjid diperluas untuk ketiga kalinya. Untuk itu, Habib Ali mengundang sejumlah tokoh Islam dan para ulama terkemuka. Ketika masjid diperluas untuk ketiga kalinya ini, ribuan jamaah secara sukarela bekerja bakti melaksanakannya. Pada akhir 1990-an, menantunya, Habib Said Mahdali, pun mempercantik masjid tersebut hingga saat ini.<br /><br />Tahun 1960-an, ketika masjid Kwitang direnovasi, jumlah masjid tidak sebanyak sekarang. Letaknya pun di kampung-kampung. Sementara itu, gereja-gereja terletak di tepi jalan-jalan raya. Jumlah masjid mulai banyak dan tersebar di segenap tempat setelah terjadinya pemberontakan G30S/PKI. Masyarakat makin yakin untuk melawan pengaruh komunis. Masjid pun dianggap sebagai tempat pergerakan umat.<br /><br />Beberapa murid beliau adalah pemimpin Majelis Taklim Asyafiiyah, KH Abdullah Syafei, dan pemimpin Majelis Taklim Tahiriyah, KH Tohir Rohili. Sejumlah ulama Betawi lainnya yang pernah berguru kepadanya dan membuka majelis taklim adalah KH Abdulrazak Makmun dan KH Zayadi. Tidak hanya menganggap mereka sebagai murid-muridnya, Habib Ali juga memperlakukan mereka seperti kerabat sendiri. Dia sering mendatangi mereka di kediamannya. Di majelis taklimnya, mereka selalu diberi kesempatan untuk berpidato. Kemudian, bergabung pula Habib Salim bin Djindan yang terkenal dengan pidato-pidatonya yang berapi-api. alwi shahab<br /><br /><b>Begitu Besar Cintanya pada Rasulullah</b><br /><br />Sambil duduk di kursi dan memakai jubah serta berserban putih–layaknya Pangeran Diponengoro ketika memproklamirkan perlawanan terhadap Belanda–Habib Ali Alhabsyi dengan suara lembut mengajak ribuan jamaah di majelisnya untuk meniru akhlak Nabi Muhammad SAW. Ketika menceritakan akhlak dan perjuangan Rasulullah SAW, Habib Ali sering menangis karena rasa cintanya pada junjungan umat tersebut. Bila sudah demikian, hadirin pun akan segera bershalawat untuk Rasulullah SAW.<br /><br />Dalam meneladani akhlakul karimah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah, Habib Ali dan penerusnya senantiasa mengajak umat untuk mempererat hubungan silaturahim dan persaudaraan serta menjauhkan diri dari ideologi kebencian, hasut, dengki, ghibah, fitnah, dan namimah.<br /><br />Seperti juga majelis taklim, maulid di Kwitang termasuk maulid yang tertua di Jakarta dengan membaca kitab Simtud Duror, karangan ulama Hadramaut, Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi. Dia adalah guru dari Habib Ali Kwitang ketika belajar di Arab Selatan itu. Habib Ali telah menyelenggarakan maulid sebanyak 51 kali atas wasiat almarhum gurunya. Diteruskan oleh Habib Muhammad sebanyak 26 kali dan Habib Abdurahman selama 16 tahun.<br /><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Habib Ali yang meninggal dalam usia 99 tahun pada hitungan Masehi atau 103 tahun pada hitungan Hijriyah tidak pernah menyinggung masalah furu’iyah (cabang ilmu fikih). Dia menganggap, agama perlu diamalkan, bukan untuk diperdebatkan, apalagi saling memusuhi sesama kaum Muslim. Banyak yang mengatakan, inilah sebabnya majelis taklim Kwitang bertahan hampir satu abad. Sampai kini, majelis taklim di Kwitang ini telah memasuki generasi ketiga setelah Habib Ali. Disusul oleh putranya Habib Muhammad dan cucunya Habib Abdurahman. Putra Habib Abdurahman, yang juga bernama Habib Ali, tengah dipersiapkan untuk menjadi penerus di majelis taklim ini sebagai generasi keempat. Dia seorang sarjana komputer dan kini telah mendalami ilmu agama di Hadramaut, sebagaimana pernah dilakukan buyutnya, Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi.<br /><br />Majelis Taklim Habib Ali dan maulid tiap akhir Kamis bulan Rabiulawal tidak pernah sunyi didatangi pejabat negara. Mulai dari masa Bung Karno, yang menurut Habib Abdurahman telah mengenal baik kakeknya sebelum kemerdekaan. Pada tahun 1963, rencananya Bung Karno akan datang kembali, tapi karena berbagai faktor, yang mewakilinya pada peringatan maulid kala itu adalah PM Djuanda. Tahun 1965, ketika berlangsung Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA), para tamu dan kepala negara pun diantar menko KASAB Jenderal AH Nasution berkunjung ke majelis taklim Kwitang. Pimpinan Liga Muslimin Sedunia ketika ke Indonesia juga berkunjung ke majelis taklim Kwitang. Demikian pula dengan Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, dan SBY yang sudah mengunjungi majelis ini.<br /><br /><b>Hindari perbedaan</b><br /><br />Ketika tahun 1950-an dan 1960-an, situasi politik tengah memanas, ditambah lagi masih kerasnya perbedaan khilafiyah. Habib Ali dan ulama-ulama Betawi pun memaknainya hanya sebagai sebuah pendapat. Karena itu, Habib Ali tak mau membesar-besarkan perbedaan, apalagi berbeda dalam masalah khilafiyah.<br /><br />Majelisnya itu terbuka untuk semua golongan. Tidak heran kalau majelisnya kerap didatangi oleh orang-orang Muhammadiyah. Bahkan, KH Abdullah Salim, pimpinan Masjid Al-Azhar di Kebayoran Baru, sering datang ke majelisnya. Dan, selalu diberikan kesempatan untuk berpidato oleh Habib Ali.<br /><br />Ada hal menarik pada pemilu pertama tahun 1955. Ketika itu, NU baru saja memisahkan diri dari Masyumi dan membentuk partai sendiri. Dalam masa kampanye itu, Habib Ali tidak menampakkan diri berpihak pada salah satu partai dan tidak mengemukakan pilihannya secara terbuka meski lebih dekat kepada Partai NU. Sedangkan, murid dan pengikut setianya, KH Abdullah Syafei, yang saat itu masih muda dan gagah justru menjadi aktivis dan tokoh Masyumi. Perbedaan partai ini tidak berdampak sedikit pun terhadap hubungan akrab antara guru dan murid.<br /><br /><i><span style="font-size:x-small;"><b>Sumber : <a href="http://dunia.pelajar-islam.or.id/">http://dunia.pelajar-islam.or.id</a></b></span></i></div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-42428872548107249582010-02-02T05:00:00.004-08:002010-02-02T05:03:26.057-08:00AlHabib Alwi bin Muhammad Al Haddad<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUE773rnqA1Z_AmTFPogSOxPEM8Tt9RK2liTMh9-CIAMYV26PDGu4rd4GSPZifKsioGmtWS85olALc_jwnyOR37rijSUt33D_xqQE6RpDKvf19eJoy9ggeK233KfWswPvK_wZFJ6g80_Y/s1600-h/Al+Habib+Alwi+bin+Muhammad+Al+Haddad.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 297px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUE773rnqA1Z_AmTFPogSOxPEM8Tt9RK2liTMh9-CIAMYV26PDGu4rd4GSPZifKsioGmtWS85olALc_jwnyOR37rijSUt33D_xqQE6RpDKvf19eJoy9ggeK233KfWswPvK_wZFJ6g80_Y/s400/Al+Habib+Alwi+bin+Muhammad+Al+Haddad.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5433630667606768066" border="0" /></a>Beliau dilahirkan di kota Qeidun, Hadramaut, pada tahun 1299 H. Sanad keturunan beliau termasuk suatu silsilah dzahabiyyah, sambung-menyambung dari ayah yang wali ke kakek wali, demikian seterusnya sampai bertemu dengan Rasulullah SAW. Sebagaimana kebanyakan para Saadah Bani Alawi, beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahnya sendiri Al-Habib Muhammad bin Thohir bin Umar Alhaddad.<br /></div><br />Kakek beliau Al-Habib Thohir bin Umar Alhaddad adalah seorang ulama besar di kota Geidun, Hadramaut. Sedangkan ayah beliau adalah seorang Wali min Auliyaillah dan ulama besar yang hijrah dari kota Geidun, Hadramaut ke Indonesia dan menetap di kota Tegal. Beliau Al-Habib Thohir banyak membaca buku dibawah pengawasan dan bimbingan ayah dan kakek beliau, sehingga diberi ijazah oleh ayah dan kakeknya sebagai ahli hadist dan ahli tafsir.<br /><br /><span id="fullpost">Setelah digembleng oleh ayahnya, beliau lalu berguru kepada :</span><br /><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">As-Syaikh Abdullah bin Abubakar Al-Murahim Al-Khotib (di kota Tarim)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">As-Syaikh Abud Al-Amudi (di kota Geidun)</span></span><br /><br /><span id="fullpost">Setelah itu beliau memulai pengembaraannya di sekitar kota-kota di Hadramaut untuk menuntut ilmu dan menghiasi kemuliaan nasabnya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Beliau keliling dari satu kota ke kota yang lain untuk mengambil ilmu dari ulama-ulama besar yang beliau jumpai. Diantara para guru yang beliau berguru kepada mereka adalah :</span><br /><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Husain bin Muhammad Albar </span><span>(di Gerain)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Umar bin Hadun Al-Atthas </span><span>(di Masyhad)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas </span><span>(di Huraidhah)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Muhammad bin Abdullah Al-Atthas </span><span>(di Maula Amed)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Umar Maula Amed </span><span>(di Maula Amed)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Abdillah bin Umar bin Sumaith </span><span>(di Syibam)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Abdullah bin Hasan bin Shaleh Al-Bahar </span><span>(di Thi Usbuh)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Abdullah bin Muhammad Al-Habsyi </span><span>(di Hauthoh Ahmad bin Zein)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi </span><span>(di Ghurfah)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur </span><span>(Mufti Hadramaut)</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Idrus bin Alwi Alaydrus</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Abdulqodir bin Ahmad Alhaddad </span><span>(di Tarim)</span></span><br /><br /><span id="fullpost">Itulah guru-guru beliau yang ada di Hadramaut, dimana mereka semua kebanyakan adalah ulama-ulama besar dan tidak jarang pula yang termasuk Wali min Auliyaillah.</span><br /><br /><span id="fullpost">Pada suatu saat, beliau ingin sekali menunaikan ibadah Haji dan lalu berziarah ke datuk beliau termulia Rasulullah SAW. Setelah mendapat ijin dari kakek beliau Al-Habib Thohir bin Umar Alhaddad, berangkatlah beliau menuju ke kota Makkah dan Madinah. Setelah beliau menunaikan keinginannya, timbullah niat beliau untuk belajar dari para ulama besar yang ada di dua kota suci tersebut. Lalu beliau menuntut ilmu disana dengan berguru kepada :</span><br /><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">As-Syaikh Said Babshail</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">As-Syaikh Umar bin Abubakar Junaid</span></span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Husin bin Muhammad Al-Habsyi </span>(Mufti Syafi’iyah pada masa itu)</span><br /><br /><span id="fullpost">Setelah dirasa cukup menuntut ilmu disana, timbullah keinginan beliau untuk berhijrah ke Indonesia, sebagaimana yang dilakukan sebelumnya oleh ayah beliau Al-Habib Muhammad. Sesampailah beliau di Indonesia, beliau lalu berziarah ke makam ayah beliau Al-Habib Muhammad bin Thohir Alhaddad yang wafat di kota Tegal, Jawa Tengah, pada tahun 1316 H.</span><br /><br /><span id="fullpost">Keinginan beliau untuk selalu menuntut ilmu seakan tak pernah luntur dan pupus terbawa jaman. Inilah salah satu kebiasaan beliau untuk selalu mencari dan mencari ilmu dimanapun beliau berada. Tidaklah yang demikian itu, kecuali beliau mencontoh para Datuk beliau yang gemar menuntut ilmu, sehingga mereka bisa menjadi ulama-ulama besar. Diantara para guru beliau yang ada di Indonesia adalah :</span><br /><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi </span>(di Surabaya)</span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor </span>(di Surabaya, yang kemudian beliau dikawinkan dengan anaknya)</span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas</span> (di Bogor)</span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Salim bin Alwi Al-Jufri</span> (menetap di Menado)</span><br /><span id="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Al-Habib Idrus bin Husin bin Ahmad Alaydrus </span>(wafat di India dalam dakwahnya)</span><br /><br /><span id="fullpost">Di Indonesia, beliau memilih untuk menetap di kota Bogor. Disana beliau berdakwah dan menyebarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Beliau dikenal sebagai seorang ulama besar dan ahli hadits. Di kota Bogor beliau banyak mengadakan majlis-majlis taklim dan mengajarkan tentang Al-Islam. Sampai akhirnya beliau dipanggil oleh Allah menuju ke haribaan-Nya. Beliau wafat di kota Bogor tahun 1373 H dan dimakamkan di Empang, Bogor.</span><br /><br /><span id="fullpost">Seorang ulama besar telah berpulang, namun jejak-jejak langkah beliau masih terkenang. Nama baik beliau selalu tersimpan dalam hati para pecintanya…dalam hati yang paling dalam, menyinari kehidupan suram nan kelam…</span>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-19352627867022226332010-01-26T18:07:00.000-08:002010-01-26T18:11:43.563-08:00Keutamaan Berdzikir<span style="font-size:130%;">عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ نَاساً مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلأُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ، وَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ : أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا يَتَصَدَّقُوْنَ : إِنَّ لَكُمْ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٍ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً وَنَهْيٍ عَن مُنْكَرٍ صَدَقَةً وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً قَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ .<br />رواه مسلم<br /><br /></span><span style="font-style: italic;">Dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu juga, bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah membawa pahala (yang banyak), mereka shalat bagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta-harta mereka.” Beliau bersabda, “Bukankah Allah subhanahu wata’ala menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, memerintahkan hal yang ma’ruf adalah sedekah. Dan salah seorang dari kalian melampiaskan syahwatnya kepada istrinya adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya, apakah pada hal itu ia akan mendapat balasan pahala?” Beliau balik bertanya, “Bagaimana menurut pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada hal yang haram, apakah ia akan terkena dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskan pada hal yang halal, maka ia akan mendapatkan pahala.”</span> (Shahih dikeluarkan oleh Muslim di dalam [Az Zakat/1006/Abdul Baqi’])<br /><br /><br /><p>Penjelasan:</p> <p>Hadits ke-25, yakni berkaitan dengan hadits qudsi yang sebelumnya, bahwa beberapa orang dari sahabat Rasulullah dan mereka ini adalah orang-orang faqir, bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah membawa banyak pahala, -yakni hanya mereka saja yang membawanya- mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka bersedekah dengan kelebihan harta-harta mereka.” Meeka dengan orang-orang miskin sama-sama mengerjakan shalat dan puasa, akan tetapi orang-orang kaya tersebut bersedekah. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan?. . . . dan seterusnya.”</p> <p>Ketika orang-orang faqir itu mengadukan kepada Nabi bahwa orang-orang kaya membawa banyak pahala, mereka shalat sebagaimana mereka shalat, mereka berpuasa sebagaimana mereka berpuasa, dan mereka pun bersedekah dengan kelebihan harta-harta mereka, maksudnya bahwa sahabat-sahabat yang faqir itu tidak dapat bersedekah. Maka Nabi menjelaskan kepada mereka sedekah yang sanggup mereka kerjakan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bukankah Allah subhanahu wata’ala menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah,. . . dan seterusnya.” Yakni, jika seseorang mengucapkan subhanallah maka itu adalah sedekah, jika seseorang mengucapkan Allahu akbar maka itu adalah sedekah, jika seseorang mengucapkan alhamdulillah maka itu adalah sedekah, jika seseorang mengucapkan laailaaha illallahu maka itu adalah sedekah.</p> <p>“Memerintahkan yang ma’ruf.” Yakni, jika ia menyuruh seseorang untuk melakukan amalan ketaatan, maka itu adalah sedekah.</p> <p>“Melarang hal yang mungkar.” Yakni, jika ia melarang seseorang dari kemungkaran, maka itu adalah sedekah.</p> <p>“Dan salah seorang dari kalian melampiaskan syahwatnya kepada istrinya adalah sedekah.” Yakni, jika seseorang berjimak dengan istrinya, hal itu adalah sedekah. Amalan-amalan itu semuanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang faqir. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya, apakah ia pun akan mendapatkan pahala dalam hal itu?” Mereka mengucapkan kalimat ini untuk meyakinkan sabda beliau tadi, bukan untuk menunjukkan keraguan dalam hal tersebut, karena mereka yakin betul bahwa apa yang beliau sabdakan pasti benarnya. Akan tetapi, mereka ingin meyakinkan lagi hal itu sehingga mereka bertanya, “Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya, apakah dalam hal itu ia akan memperoleh balasan pahala?” Yang mirip dengan pertanyaan ini adalah ucapan Nabi Zakaria,</p> <span style="font-size:130%;">قَالَ رَبِّ أَنَّىَ يَكُونُ لِي غُلاَمٌ وَقَدْ بَلَغَنِيَ الْكِبَرُ وَامْرَأَتِي عَاقِرٌ</span><br /><span style="font-size:130%;"><br /></span><p>“Bagaimana aku bisa mendapatkan seorang anak, aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul.” (Ali Imran: 40)</p> <p>Beliau bermaksud untuk meyakini dan memantapkan lagi hal itu, padahal beliau mempercayai. Beliau bertanya, “Bagaimana menurut pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada hal yang haram, apakah ia akan terkena dosa?” Jawabannya: Ya, mereka akan terkena dosa. Beliau berkata, “Begitu pula jika ia melampiaskan dalam hal yang halal, maka ia akan mendapatkan pahala.” Ini adalah qiyas yang dinamakan dengan kias ‘aks (kebalikan), maksudnya sebagaimana ia akan mendapatkan dosa dalam hal yang haram, demikian pula ia akan mendapatkan pahala dalam hal yang halal. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila ia melampiaskannya pada hal yang halal, maka ia pun akan mendapatkan pahala.”</p> <p>Hadits ini mengandung beberapa faedah:</p> <p>1. Antusias para sahabat untuk bersegera dalam kebaikan.</p> <p>2. Jika seseorang menyebutkan sesuatu, seyogyanya ia menyebutkan latar belakangnya, karena para sahabat ketika mereka mengatakan, “Orang-orang kaya membawa. . . .”, mereka menerangkan latar belakangucapan ini, mereka mengatakan, “Mereka shalat sebagaimaan kami shalat. . . . dan seterusnya.”</p> <p>3. Segala bentuk ucapan yang mendekatkan diri kepada Allah adalah sedekah, seperti: tasbih, tahmid, takbir, tahlil, al amr bil ma’ruf wa nahyi ‘anil mungkar (memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Jadi semua ucapan itu adalah sedekah.</p> <p>4. Anjuran untuk memperbanyak dzikir tersebut. Karena setiap patah kata dari kalimat dianggap sebagai sedekah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.</p> <p>5. Mencukupkan pada perkara yang halal dari yang haram, menjadikan perkara yang halal itu sebagai pendekatan (diri) kepada Allah dan sedekah, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Dan salah seorang dari kalian melampiaskan syahwatnya kepada istrinya adalah sedekah.”</p> <p>6. Bolehnya meminta kemantapan dalam hal pemberitaan, sekalipun hal itu disampaikan oleh seorang yang jujur. Berdasarkan ucapan mereka, “Salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya, apakah ia pun akan menadapatkan pahala dari hal itu?”</p> <p>7. Baiknya pola pengajaran Rasulullah, yaitu dengan mengucapkan sabdanya dalam bentuk pertanyaan, sehingga orang yang diajak bicara merasa puas dan tenang dengannya. Termasuk dalam hal ini adalah sabda Nabi, ketika beliau ditanya tentang (hukum) menjual kurma basah dan kurma kering, apakah (timbangannya) berkurang jika telah mengering? Mereka menjawab: ya, maka beliau melarang dari hal itu. (Shahih dikeluarkan oleh Abu Dawud di dalam [Al Buyu’/3359], At Tirmidzi di dalam [Al Buyu’/1225], An Nasa’i di dalam [Al Buyu’/4545-4546/Abu Ghuddah], Ibnu Majah di dalam [Al Tijaraat/2264])</p> (Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah dari <strong>Syarah Arbain An Nawawiyah</strong> oleh <strong>Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin</strong>, penerjemah Abu Abdillah Salim, Penerbit Pustaka Ar Rayyan.<br /><span style="font-size:130%;"><br /></span>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-76957491578246623042010-01-24T23:59:00.000-08:002010-01-25T00:09:05.495-08:00Doa Agar Termudahkan dalam Mendapat Rizki dan Membayar Hutang<div style="text-align: right;">بسم الله الرحمن الرحيم<br />اللهم صل على محمد وآل محمد<br /></div><h2 style="text-align: right;">اللَّهُمَّ مَالِك الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَ تَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَ تُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَ تُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. تُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَ تُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَ تُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَ تُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَ تَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيرِ حِسَابٍ</h2><div style="text-align: left;"><span style="font-size:100%;">Bismillâhir Rahmânir Rahîm<br />Allâhumma shalli `ala Muhammadin wa âli Muhammad<br /><em>“Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.</em></span> <p style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><em>Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan (batas).”</em></span> (Ali-Imran: 26-27).</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><strong>Untuk Menunaikan hutang</strong><br />Syeikh Ath-Thabrasi meriwayatkan bahwa Mu’adz bin Jabal berkata: Pada suatu hari aku tidak shalat Jum’at bersama Rasulullah saw. Lalu beliau bertanya: “Wahai Mu’adz, mengapa kamu tidak shalat Jum’at? Mu’adz menjawab: Orang yahudi menghadangku di pintu rumahku karena hutangku, lempengan emas, sudah jatuh tempo. Tidak ada yang menaruh kasihan padaku selainmu, orang yahudi itu mau memasukkan aku ke penjara. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Wahai Mu’adz, maukah kamu Allah yang menunaikan hutangmu? Mu’ad menjawab: Ya mau, ya Rasulullah. Rasulullah saw bersabda: “Bacalah (ayat tersebut di atas):</p> <h3 style="text-align: right;">(قُلِ اللَّهُمَّ مَالِك … وَ تَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيرِ حِسَابٍ)</h3> <p style="text-align: justify;">Kemudian membaca:</p> <p style="text-align: justify;"> </p><h2 style="text-align: right;">يَا رَحْمَنَ الدُّنْيَا وَالآخِرَة وَرَحِيمَهُمَا تُعْطِي مِنْهَا مَاتَشَاءُ، وَتَمْنَعُ مِنْهُمَا مَاتَشَاءُ، اِقْضِ عَنِّي دَيْنِي</h2> <p style="text-align: justify;">Yâ Rahmânad dun-ya wak-âkhirah wa rahîmahumâ, tu’thî minhumâ man tasyâ’, wa tamna’u minhumâ man tasyâ’, iqdhi ‘annî daynî.</p> <p style="text-align: justify;"><em>Wahai Yang Maha Pengasih dunia dan akhirat, Yang Maha Penyayang dunia dan akhirat, Engkau memberikan dari keduanya apa yang Engkau kehendaki, dan Engkau menahan dari keduanya apa yang Engkau kehendaki, tunaikan hutangku.</em></p> <p style="text-align: justify;">Sekiranya kamu butuhkan bumi dipenuhi oleh emas, niscaya Allah menunaikan hutangmu.” (Tafsir Majma’ul Bayan)</p></div><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWXXGmN2IuXRB6lJWYZ_nZySsDyyZ1ZdMj4npzKIwpPpE-f1hJWzDV2muasbouLi50aoP1dYgqigrwhLD-OObsLLqgo_Yc7Eop-FRGp4hic6ARN1JPR5g7IOs_mu0gL3fpvKxzxDxTvy8/s1600-h/1.png"><img style="cursor: pointer; width: 281px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWXXGmN2IuXRB6lJWYZ_nZySsDyyZ1ZdMj4npzKIwpPpE-f1hJWzDV2muasbouLi50aoP1dYgqigrwhLD-OObsLLqgo_Yc7Eop-FRGp4hic6ARN1JPR5g7IOs_mu0gL3fpvKxzxDxTvy8/s320/1.png" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5430585725107997778" border="0" /></a><br /><div style="text-align: right;"></div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-65519460861129559092010-01-24T02:54:00.000-08:002010-01-24T03:00:08.884-08:00Keutamaan Surat Al Ikhlas<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://rumaysho.files.wordpress.com/2009/02/alquran.jpeg"><img style="cursor: pointer; width: 117px; height: 103px;" src="http://rumaysho.files.wordpress.com/2009/02/alquran.jpeg" alt="" border="0" /></a><br />Setelah kita mengetahui tafsiran surat Al Ikhlash ini, maka sangat bagus sekali jika kita mengetahui keutamaan surat ini dan kapan saja kita dianjurkan membaca surat ini. Silakan menyimak pembahasan berikut ini.<br />[Keutamaan Pertama]<br />Surat Al Ikhlas Setara dengan Tsulutsul Qur’an (Sepertiga Al Qur’an)<br /><br />Hal ini berdasarkan hadits :<br /><br /> <span style="font-size:130%;">عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) يُرَدِّدُهَا ، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، وَكَأَنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ </span><br /> Dari Abu Sa’id (Al Khudri) bahwa seorang laki-laki mendengar seseorang membaca dengan berulang-ulang ’Qul huwallahu ahad’. Tatkala pagi hari, orang yang mendengar tadi mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian tersebut dengan nada seakan-akan merendahkan surat al Ikhlas. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat ini sebanding dengan sepertiga Al Qur’an”. (HR. Bukhari no. 6643) [Ada yang mengatakan bahwa yang mendengar tadi adalah Abu Sa’id Al Khudri, sedangkan membaca surat tersebut adalah saudaranya Qotadah bin Nu’man.]<br /><br />Begitu juga dalam hadits:<br /><br /><span style="font-size:130%;"> عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِى لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ». قَالُوا وَكَيْفَ يَقْرَأُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالَ « (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) يَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ</span> ».<br /> Dari Abu Darda’ dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Apakah seorang di antara kalian tidak mampu untuk membaca sepertiga Al Qur’an dalam semalam?” Mereka mengatakan,”Bagaimana kami bisa membaca seperti Al Qur’an?” Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Qul huwallahu ahad itu sebanding dengan sepertiga Al Qur’an.” (HR. Muslim no. 1922)<br /><br />An Nawawi mengatakan,<br />Dalam riwayat yang lainnya dikatakan, ”Sesungguhnya Allah membagi Al Qur’an menjadi tiga bagian. Lalu Allah menjadikan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) menjadi satu bagian dari 3 bagian tadi.” Lalu Al Qodhi mengatakan bahwa Al Maziri berkata, ”Dikatakan bahwa maknanya adalah Al Qur’an itu ada tiga bagian yaitu membicarakan (1) kisah-kisah, (2) hukum, dan (3) sifat-sifat Allah. Sedangkan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) ini berisi pembahasan mengenai sifat-sifat Allah. Oleh karena itu, surat ini disebut sepertiga Al Qur’an dari bagian yang ada. Ada pula yang mengatakan bahwa pahala membaca surat ini adalah dilipatgandakan seukuran membaca sepertiga Al Qur’an tanpa ada kelipatan. (Syarh Shohih Muslim, 3/165)<br /><br />Apakah Surat Al Ikhlas bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an?<br />Maksudnya adalah apakah seseorang apabila membaca Al Ikhlas sebanyak tiga kali sudah sama dengan membaca satu Al Qur’an 30 juz? [Ada sebagian orang yang meyakini hadits di atas seperti ini.]<br />Jawabannya: tidak. Karena ada suatu kaedah:<br />SESUATU YANG BERNILAI SAMA, BELUM TENTU BISA MENGGANTIKAN.<br /><br />Itulah surat Al Ikhlas. Surat ini sama dengan sepertiga Al Qur’an, namun tidak bisa menggantikan Al Qur’an. Salah satu buktinya adalah apabila seseorang mengulangi surat ini sebanyak tiga kali dalam shalat, tidak mungkin bisa menggantikan surat Al Fatihah (karena membaca surat Al Fatihah adalah rukun shalat, pen). Surat Al Ikhlas tidak mencukupi atau tidak bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an, namun dia hanya bernilai sama dengan sepertiganya.<br />Bukti lainnya adalah seperti hadits :<br /><br /> <span style="font-size:130%;">مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ</span><br /> ”Barangsiapa mengucapkan <span style="font-size:130%;">(لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ) </span>sebanyak sepuluh kali, maka dia seperti memerdekakan emat budak keturunan Isma’il.” (HR. Muslim no. 7020)<br /><br />Pertanyaannya : Apakah jika seseorang memiliki kewajiban kafaroh, dia cukup membaca dzikir ini?<br />Jawabannya : Tidak cukup dia membaca dzikir ini. Karena sesuatu yang bernilai sama belum tentu bisa menggantikan. (Diringkas dari Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah 97-98, Tafsir Juz ‘Amma 293)<br />Mudah-mudahan kita memahami hal ini.<br /><br />[Keutamaan Kedua]<br />Membaca surat Al Ikhlash sebab mendapatkan kecintaan Allah<br /><br />Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus seseorang kepada seorang budak. Budak ini biasanya di dalam shalat ketika shalat bersama sahabat-sahabatnya sering mengakhiri bacaan suratnya dengan ’Qul huwallahu ahad.’ Tatkala para sahabatnya kembali, mereka menceritakan hal ini pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata,<br /><span style="font-size:130%;">سَلُوهُ لأَىِّ شَىْءٍ يَصْنَعُ ذَلِكَ</span><br />”Tanyakan padanya, kenapa dia melakukan seperti itu?”<br />Mereka pun menanyakannya, dia pun menjawab,<br /><br /><span style="font-size:130%;"> لأَنَّهَا صِفَةُ الرَّحْمَنِ ، وَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَقْرَأَ بِهَا</span><br /> ”Surat ini berisi sifat Ar Rahman. Oleh karena itu aku senang membacanya.”<br /><br />Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,<br /><br /><span style="font-size:130%;"> أَخْبِرُوهُ أَنَّ اللَّهَ يُحِبُّهُ</span><br /> ”Kabarkan padanya bahwa Allah mencintainya.” (HR. Bukhari no. 7375 dan Muslim no. 813)<br /><br />Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan perkataan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ”Kabarkan padanya bahwa Allah mencintainya”. Beliau mengatakan,<br /><br /> ”Maksudnya adalah bahwa sebab kecintaan Allah pada orang tersebut adalah karena kecintaan orang tadi pada surat Al Ikhlash ini. Boleh jadi dapat kitakan dari perkataan orang tadi, karena dia menyukai sifat Rabbnya, ini menunjukkan benarnya i’tiqodnya (keyakinannya terhadap Rabbnya).” (Fathul Bari, 20/443)<br /><br />Faedah dari hadits di atas:<br />Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan, ”Orang tadi biasa membaca surat selain Al Ikhlash lalu setelah itu dia menutupnya dengan membaca surat Al Ikhlash (maksudnya: setelah baca Al Fatihah, dia membaca dua surat, surat yang terakhir adalah Al Ikhlash, pen). Inilah yang dia lakukan di setiap raka’at. Kemungkinan pertama inilah yang nampak (makna zhohir) dari hadits di atas. Kemungkinan kedua, boleh jadi orang tadi menutup akhir bacaannya dengan surat Al Ikhlash, maksudnya adalah surat Al Ikhlas khusus dibaca di raka’at terakhir. Kalau kita melihat dari kemungkinan pertama tadi, ini menunjukkan bolehnya membaca dua surat (setelah membaca Al Fatihah) dalam satu raka’at.” Demikian perkataan Ibnu Daqiq. (Fathul Bari, 20/443)<br />Inilah di antara fadhilah (keutamaan surat Al Ikhlash). Selanjutnya kita akan melihat beberapa waktu yang dianjurkan membaca surat yang mulia ini.</div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-32886334925078006692010-01-24T02:39:00.001-08:002010-01-24T02:40:03.322-08:00Kisah Nabi Khaidir As<div style="text-align: justify;">Salah satu kisah Al-Qur'an yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba yang Allah SWT memberinya rahmat dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:<br /><br />"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi: 60)<br /><br />Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma' al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma' al-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misterius dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahwa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahwa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahwa itu berada di Thanjah. Ada yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.<br /><br />Seandainya tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya. Namun Al-Qur'an al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana Al-Qur'an tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Qur'an tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu karena adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, karena biasanya ilmu yang kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu para nabi karena biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian tabir yang tebal.<br /><br />Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang mulia ini dan Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa memberitahumu kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Qur'an sengaja menyembunyikan hal itu, bahkan Al-Qur'an sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:<br /><br />"Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS. al-Kahfi: 65)<br /><br />Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak bebicara langsung oleh Allah SWT dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur'an meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahwa ia adalah Khidir as.<br /><br />Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah SWT tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak berbicara dan gerak-geriknya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Musa. Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata Musa; sebagian tindakan Khidir yang lain dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki arti apa pun; dan tindakan yang lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi Allah SWT.<br /><br />Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bagian dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Qur'an telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab-mazhab sufi di dalam Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hamba-hamba Allah SWT yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada "cemburu" dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul karena pengaruh kisah ini.<br /><br />Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita bohong tentang kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahwa ia akan hidup sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan melalui nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik). Tetapi kami sendiri berpendapat bahwa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba Allah SWT yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan kenabiannya. Tentu termasuk problem yang sangat rumit atau membingungkan. Kami akan menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur'an.<br /><br />Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?" Dengan nada emosi, Musa menjawab: "Tidak ada."<br /><br />Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya: "Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-Nya?" Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan. Jibril kembali berkata kepadanya: "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di majma' al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu." Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.<br /><br />Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan saleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.<br /><br />Musa berkata kepada pembantunya: "Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu." Pemuda atau pembantunya berkata: "Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak terlalu berat." Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertamuannya dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya: "Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini."<br /><br />Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: "Demikianlah yang kita inginkan." Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.<br /><br />Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan tabir-tabir yang lain. Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut. Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Qur'an: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. "<br /><br />Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fisik atau lahiriah. Allah SWT berfirman:<br /><br />"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: 'Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan hita ini.' Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.' Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS. al-Kahfi: 61-65)<br /><br />Bukhari mengatakan bahwa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata: "Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?" Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Khidir berkata: "Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil." Musa berkata: "Dari mana kamu mengenal saya?" Khidir menjawab: "Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?" Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: "Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya." Khidir berkata: "Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku."<br /><br />Kita ingin memperhatikan sejenak perbedaan antara pertanyaan Musa yang penuh dengan kesopanan dan kelembutan dan jawaban Khidir yang tegas di mana ia memberitahu Musa bahwa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir mengemukakan bahwa Khidir berkata kepada Musa: "Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku. Barangklali engkau akan melihat dalam tindakan-tindakanku yang tidak engkau pahami sebab-sebabnya. Oleh karena itu, wahai Musa, engkau tidak akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku." Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahwa insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.<br /><br />Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah SWT, merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahwa ia tidak akan menentang perintahnya. Hamba Allah SWT yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an menyatakan bahwa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya tentang syarat ini, lalu hamba yang saleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang saleh itu akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun pergi. Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi:<br /><br />"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?' Musa berkata: 'Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.'" (QS. al-Kahfi: 66-70)<br /><br />Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mau mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya beserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melobangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.<br /><br />Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berpikir. Musa berkata kepada dirinya sendiri: "Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah SWT sehingga mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merusak perahu itu dan melobanginya." Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata: "Apakah engkau melobanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela." Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.<br /><br />Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah SWT ini membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.<br /><br />Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: "Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu." Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah SWT itu berkata kepadanya: "Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku." Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.<br /><br />Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang saleh itu—yang membuat Musa bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatifnya sendiri, ia hanya sekadar menjadi jembatan yang digerakkan oleh kehendak Yang Maha Tingi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang tersembunyi. Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahwa aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setetes air dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah SWT itu hanya memperoleh ilmu dari Allah SWT sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang mengambil dari lautan. Allah SWT berfirman:<br /><br />"Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: 'Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya hamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.' Dia (Khidir) berkata: 'Bukankah aku telah berkata: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.' Musa berkata: 'Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.' Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: 'Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.' Khidir berkata: 'Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?' Musa berkata: 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertairnu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.' Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: 'Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.' Khidir berkata: 'Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari hasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku sendvri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.'" (QS. al-Kahfi: 71-82)<br /><br />Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahwa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahwa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas perahu-perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rusak. Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka karena Allah SWT akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik yang dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh. Demikianlah bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik temyata justru di balik itu terdapat keburukan.<br /><br />Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.<br /><br />Selanjutnya, Musa kembali menemui pembatunya dan menemaninya untuk kembali ke Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam syariat karena di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia karena di balik itu terdapat rahmat Allah SWT yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini. Nabi Musa mengetahui bahwa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna dengan logika biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah SWT wahyukan kepada mereka.<br /><br />Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini? Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Mayoritas kaum sufi berpendapat bahwa hamba Allah SWT ini dari wali-wali Allah SWT. Allah SWT telah memberinya sebagian ilmu laduni kepadanya tanpa sebab-sebab tertentu. Sebagian ulama berpendapat bahwa hamba saleh ini adalah seorang nabi. Untuk mendukung pernyataannya ulama-ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi melalui ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya.<br /><br />Pertama, firman-Nya:<br /><br />"Lalu mereka bertemu dengan searang hamba di antara hamba-ham-ba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."<br /><br />Kedua, perkataan Musa kepadanya:<br /><br />"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?' Musa berkata: 'lnsya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orangyang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu rmnanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu,'" (QS. al-Kahfi: 66-70)<br /><br />Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdiaog atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab kepada Musa dengan jawaban yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka berarti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.<br /><br />Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu melalui wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum karena terkadang ia membuat kesalahan. Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kacil itu sebagai bukti kenabiannya.<br /><br />Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:<br /><br />"Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. " (QS. al-Kahfi: 82)<br /><br />Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan perintah dari Allah SWT dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi berpendapat bahwa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah SWT.<br /><br />Salah satu pernyataan Kliidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: "Wahai Musa, manusia akan disiksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan mereka terhadapnya (dunia)." Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata: "Musa berkata kepada Khidir: "Berilah aku nasihat." Khidir menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kamu untuk taat kepada-Nya." Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap mereka mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbedaan pendapat ini berujung pangkal kepada anggapan para ulama bahwa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi karena beliau menerima ilmu laduni. Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam konteks Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang diberi oleh Allah SWT sebagian ilmu laduni.<br /><br />Barangkali kesamaran seputar pribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita. Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami memasukkannya dalam jajaran para nabi karena ia adalah seorang guru dari Musa dan seorang ustadz baginya untuk beberapa waktu.</div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-27852290667581961532010-01-24T02:35:00.000-08:002010-01-24T02:53:15.413-08:00Pahala Lewat Hujan<div style="text-align: justify;">Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur segala urusan manusia , di antara hal yang diatur oleh Islam adalah bagaimana sikap seorang muslim dalam menghadapi hujan. Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam telah mencontohkan kepada umatnya bagaiman sikap dan cara menghadapi hujan. Sesungguhnya termasuk hal yang disyariatkan ketika turun hujan, adalah mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan di antara petunjuk beliau adalah sebagai berikut:<br /><br />1.Menyengaja diri kita agar terkena hujan, dan membuka sebagian pakaian kita agar terkena sebagian dari air hujan. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;">عن أنس رضي الله عنه قال: ( أصابنا ونحن مع رسول الله صلى الله </span><span style="font-size:130%;">عليه وسلم مطر، قال: فحسر رسول الله صلى الله عليه وسلم ثوبه حتى أصابه من المطر. فقلنا: يا رسول الله لم صنعت هذا؟ قال: لأنه حديث عهد بربه تعالى) رواه مسلم</span><br /><br />“Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:”Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertimpa hujan, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membuka pakaian beliau sampai (tubuh beliau) terkena sebagian air hujan.”Maka kami berkata:”Ya Rasulullah, kenapa anda melakukan hal itu?” Beliau menjawab:”Karena sesungguhnya dia (hujan) adalah baru dari Rabbnya Subhanahu wa Ta'ala .” (HR. Imam Muslim)<br /><br />Maksud dari sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam <span style="font-size:130%;">لأنه حديث عهد بربه تعالى</span> karena sesungguhnya dia (hujan) adalah baru dari Rabbnya adalah bahwasanya hujan itu diciptakan oleh Allah ketika turun, itu berarti hujan itu adalah rahmat dari Allah karena dekatnya antara waktu penciptaannya dengan waktu turunnya. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengaharap berkah dari Allah dengan turunnya hujan itu. Hal itu sebagaimana penjelasan para ulama terhadap hadits tersebut di dalam syarah shahih Muslim. Wallahu A‘lam<br /><br />2.Mengucapkan dzikir atau doa ketika turun hujan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika turun hujan beliau mengusapkan:<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;">( مُطِرْنَا ِبفَضْلِ اللهِ وَرَحْمِتِهِ )</span><br /><br />“Kami dikaruniai hujan karena kemurahan Allah dan rahmat-Nya”<br /><br />Sebagaimana terdapat dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari sahabat Zaid bin Khalid radhiyallahu 'anhu<br /><br />Dan juga beliau mengucapkan doa:<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;">( اَللّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً)</span><br /><br />“Ya Allah jadikanlah (hujan ini) hujan yang bermanfaat.”<br /><br />Sebagaimana hadits shahih dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah.<br /><br />3.Termasuk hal yang disyariatkan ketika turun hujan adalah memperbanyak doa, karena saat itu adalah waktu dikabulkannya doa. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dan dishahihkan oleh beliau.<br /><br />4. Termasuk hal yang disyariatkan pula, apabila banyak turun hujan dan ditakutkan akan membawa bahaya, hendaknya mengucapkan:<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;">( اللهم حوالينا ولا علينا اللهم على الآكام والظراب و بطون الأودية ومنابت الشجر ) رواه البخاري ومسلم .</span><br /><br />“Ya Allah (turunkan hujannya) di sekitar kami, jangan di atas kami,(akan tetapi) Ya Allah (turunkan hujannya) di atas pebukitan, lembah dan tempat-tempat yang banyak pohonnya.”(HR.Bukhari dan Muslim)<br /><br />Dan tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang bacaan doa yang diucapkan ketika terjadi kilat atau petir. Akan tetapi ada riwayat dari Ibnu Zubair bahwa beliau (Ibnu Zubair) apabila mendengar petir, beliau menghentikan pembicaraan lalu mengucapkan:<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;">سبحان الذي يسبح الرعد بحمده والملائكة من خيفته " )رواه الإمام مالك بإسناد صحيح</span><br /><br />“Maha Suci Allah, yang petir petir dan para Malaikat bertasbih dengan pujiaan-Nya, karena takut kepada_nya (Allah).”(Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Muwatha dengan sanad yang shahih)<br /><br />Dan juga dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa beliau (Ibnu Umar) apabila mendengar petir beliau mengucapkan:<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;"> اللهم لا تقتلنا بغضبك ولا تهلكنا بعذابك وعافنا بعد ذلك" )أخرجه الإمام أحمد والترمذي</span><br /><br />“Ya Allah, janganlah Engkau membunuh kami dengan kemurkaan-Mu, dan janganlah Engkau membinasakan kami dengan azab-Mu, dan ampunilah kami setelahnya.”(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi)<br />Beliau berdoa denag doa itu karena beliau mengetahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah membinasakan beberapa kaum terdahulu dengan petir dan hujan<br /><br /><span style="font-size:130%;">اللهم صل و سلم و بارك على نبينا محمد</span><br /><br /><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAxUhZqcucFoutO46jYSRy9edMZNJClRwEOmIg3Z-0nteHXGVStfTrzqTj5sR9r4vVRTeiQIYA-n_2Lncj2HY5-MTOhSNdgvyczHPOGHN1HO6GqqJS_hGMZHss2Vv4gigbppfxoPx7dt0/s1600-h/another-rainy-day.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 195px; height: 195px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAxUhZqcucFoutO46jYSRy9edMZNJClRwEOmIg3Z-0nteHXGVStfTrzqTj5sR9r4vVRTeiQIYA-n_2Lncj2HY5-MTOhSNdgvyczHPOGHN1HO6GqqJS_hGMZHss2Vv4gigbppfxoPx7dt0/s320/another-rainy-day.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5430257189178045522" border="0" /></a><br /><br />Sumber: Diterjemahkan dari”Maa Yusra’ ‘Inda Nuzul al-Ghaitts” dari http://www. almoshaiqeh.com. situs resmi Syaikh Khalid bin Ali al-Musyaiqih.oleh Abu Yusuf Sujono<br /><br /></div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-21728195413191972142010-01-24T02:24:00.000-08:002010-01-24T23:52:08.378-08:00Pernikahan, Menuju Sakinah mawaddah wa rohmah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6bTh-WJQc6R6K9Mj_H2iE1tHlxim0Z9kb2cYK0tSy2zfl0B29iU0nG_vwvj6TPoJYTYAPLE0QrpOja6o3LbbSZ4bjEW3tdxPxkC2ZFlre6y91HMh04JvcKTfuZ2jQYXZvGoDSN31NO7E/s1600-h/nikah.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6bTh-WJQc6R6K9Mj_H2iE1tHlxim0Z9kb2cYK0tSy2zfl0B29iU0nG_vwvj6TPoJYTYAPLE0QrpOja6o3LbbSZ4bjEW3tdxPxkC2ZFlre6y91HMh04JvcKTfuZ2jQYXZvGoDSN31NO7E/s320/nikah.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5430582014200463186" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana jamaknya pacaran kawula muda di masa sekarang.</span><br /><br />Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan perinciannya:<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Mengenal calon pasangan hidup</span><br /><br />Sebelum seorang lelaki meutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama. Sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita sangsikan.<br /><br />Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya, dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.<br /><br />Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alas an ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah esmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah.<br /><br />Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang pembicaraan melalui telepon antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab,<br /><br />“Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaran yang dilkaukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah.<br /><br />Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka. Namun tujuanya untuk saling mengenal. Sebagaimana yan mereka istilahkan maka ini munkar, haram bisa mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah berfirman:<br /><br />“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (QS. Al-Ahzab: 32)<br /><br />Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalmanya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).”<br />(Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan</span><br /><br />Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikannya:<br /><br /><span style="font-weight: bold;">-Wanita itu shalihah,</span><br /><br />karena Nabi bersabda:<br />“Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada) dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunanya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu anita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.”<br />(HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">-Wanita itu subur rahimnya</span>. Tentunya dapat diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.<br /><br />Rasulullah pernah bersabda:<br /><span style="font-style: italic;">“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku berbangga-bangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian.”</span><br />(HR. An-Nasa’i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil no. 1784)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">-Wanita tersebut masih gadis yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna</span>.(namun bukan berarti janda terlarang baginya, karena dari keterangan di atas Rasulullah memperkenankan Jabir memperistri seorang janda. Juga, semua istri Rasulullah dinikahi dalam keadaan janda, kecuali Aisyah)<br /><br />Jabir bin Abdillah ketika memberitakan kepada Rasulullah bahwa ia telah menikah dengan seorang janda, beliau bersabda yang artinya:<br /><br />“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dan dia bisa mengajakmu bermain.”<br /><br />Namun ketika Jabir mengemukakan alasannya bahwa ia memiliki banyak saudara perempuan masih belia. Sehingga ia enggan mendatangkan di tengah mereka perempuan yang sama mudanya dengan mereka sehingga tak bisa mengurusi mereka. Rasulullah memujinya, “Benar, apa yang engkau lakukan.”<br />(HR. Al-Bukhari no. 5080, 4052 dan Muslim no. 3622, 3624)<br /><br />“Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar di mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.”<br />(HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 623)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Nazhor (melihat calon pasangan hidup)</span><br /><br />Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah untuk menghibahkan dirinya. Si wanita berkata:<br />“Wahai Rasulullah ! Au datang untuk mengibahkan diriku kepadamu.” Rasulullah pun melihat ke arah wanita tersebut. Beliau mengangkat dan menurunkanpandangannya kepada si wanita. Kemudian beliau menundukkan kepalanya. (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)<br /><br />Hadits ini menunjukkan bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunkan baginya untuk terlebih dahulu melihat calonnya tersebut dan mengamatinya.<br />(Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/215-216)<br /><br />Oleh karena itu, ketika seorang sahabat ingin menikahi wanita Anshar, Rasulullah menasihatinya:<br />“Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata orang-orang Anshar ada sesuatu.” Yang beliau maksudkan adalah mata mereka kecil. (HR. Muslim no. 3470 dari Abu Hurairah)<br /><br />Demikian pula ketika Al-Mughirah bin Syu’bah meminang seorang wanita. Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah melihat wanita yang engkau pinang tersebut ?” Belum,” jawab Al-Mughirah.<br /><br />Rasulullah bersabda:<br />“Lihatlah wanita tersebut, karena dengan seperti itu akan lebih pantas untuk melanggengkan hubungan di antara kalian berdua (kelak).” (HR. An-Nasa’i no. 3235, At-Tirmidzi no. 1087. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 98)<br /><br />Al-Imam Al-Baghawi berkata, “Dalam sabda Rasulullah kepada Al-Mughirah: “Apa engkau telah melihat wanita yang engkau pinang tersebut ?” ada dalil bahwa sunnah hukumnya ia melihat si wanita sebelum khitbah (pelamaran), sehingga tidak memberatkan si wanita bila ternyata ia membatalkan khitbahnya karena setelah nazhor ternyata ia tidak menyenangi si wanita.” (Syarhus Sunnah 9/18)<br /><br />Bila nazhor dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si wanita kecewa dan sakit hati.<br />(Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214)<br /><br />Sahabat Muhammad bin Maslamah berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di sebuah pohon kurmanya,” Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah ?” kata Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:<br />“Apabila Allah melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita maka tidak apa=apa baginya melihat wanita tersebut.”<br />(HR. Ibnu Majah no. 1864, dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah dan Ash-Shahihah no. 98)<br /><br />Al-Imam Al-Albani berkata, “Boleh melihat wanita yang ingin dinikahi walaupun si wanita tidak mengetahuinya ataupun tidak menyadarinya.” Dalil dari hal ini sabda Rasulullah :<br />“Apabila seorang dari kalian ingin meminang seorang wanita, maka tidak ada dosa baginya melihat si wanita apabila memang tujuan melihatnya untuk meminangnya, walaupun si wanita tidak mengetahui (bahwa dirinya sedang dilihat).” (HR. Ath-Thahawi, Ahmad 5/424 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Ausath 1/52/1/898, dengan sanad yang shahih, lihat Ash-Shahihah 1/200)<br /><br />Pembolehan melihat wanita yang hendak dilamar walaupun tanpa sepengetahuan dan tanpa seizinnya ini merupakan pendapat yang dipegangi jumhur ulama.<br /><br />PERHATIAN !!!<br /><br />Rukhshah ini HANYA KHUSUS bagi LELAKI yang telah berketetapan hati untuk meminang wanita tersebut. TIDAK DILAKUKAN TERHADAP SEMUA WANITA.<br /><br /><br />Adapun Al-Imam Malik dalam satu riwayat darinya mengatakan, “Aku tidak menyukai bila si wanita dilihat dalam keadaan ia tidak tahu karena khawatir pandangan kepada si waita terarah kepada aurat.”<br /><br />Dan dinukilkan dari sekelompok ahlul ilmi bahwasanya tidak boleh melihat wanita yang dipinang sebelum dilangsungkannya akad karena si wanita masih belum jadi istrinya.<br />(Al-Hawil KAbir 9/35, syarhul Ma’anil Atsar 2/372, Al-Minhaj syarhu Shahih Muslim 9/214, Fathul Bari 9/158)<br /><br />Haramnya Berduaan dan Bersepi-sepi tanpa Mahram ketika Nazhar<br /><br />Sebagai catatan yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh lelaki tersebut berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan si wanita. Karena Rasulullah ersabda:<br /><br /><span style="font-style: italic;">“Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.”</span><br />(HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259)<br /><br />Karenanya si wanita harus ditemani oleh salah seorang mahramnya, baik saudara laki-laki atau ayahnya. (Fiqhun Nisa’ fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)<br /><br />Bila sekiranya tidak memungkinkan baginya melihat wanita yang ingin dipinang boleh ia mengutus seorang wanita yang terpercaya guna melihat/mengamati wanita yang ingin dipinang untuk kemudian disampaikan kepadanya. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar bi Hassatil Bashar, Ibnu Qaththan Al-FAsi hal. 394, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/280)<br /><br />Batasan yang Boleh Dilihat dari Seorang Wanita<br /><br />Ketika nazhar, bleh melihat si wanita pada bagian tubuh yang biasa tampak di depan mahramnya. Bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya; seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki, dan semisalnya. Karena adanya hadits Rasulullah:<br /><br /><span style="font-style: italic;">“Bila seorang dari kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya.”</span><br />(HR. Abu Dawud no. 2082 dihasankan Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 99)<br /><br />Di samping itu, dilihat dari adapt kebiasaan masyarakat, melihat bagian-bagian itu bukanlah sesuatu yang dianggap memberatkan atau aib. Juga dilihat dari pengamalan yang ada pada para sahabat. Sahabat Jabir bin Abdillah ketika melamar seorang perempuan, ia pun bersembunyi untuk melihatnya hingga ia dapat melihat apa yang mendorongnya untuk menikahi si gadis. Karena mengamalkan hadits tersebut.<br /><br />Demikian juga Muhammad bin Maslamah sebagaimana telah disinggung di atas. Sehingga cukuplah hadits-hadits ini dan pemahaman sahabat sebagai hujjah untuk membolehkan seorang lelaki untuk melihat lebih dari sekedar wajah dan dua telapak tangan. Hal tersebut berdasar kisah Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab yang menyingkap dua betis Ummu Kultsum bintu Ali bin Abi Thalib yang hendak dinikahinya. Namun kisah tersebut adalah kisah yang dhaif (lemah). Sebab pada sanadnya terdapat irsal dan inqitha’. (Adh-Dha’ifah, bahasan hadits no.1273)<br /><br />Al-Imam Ibnu Qudamah berkata, “sisi kebolehan melihat bagian tubuh si wanita yang biasa tampak adalah ketika Nabi mengizinkan melihat wanita yang hendak dipinang dengan tanpa sepengetahuannya. Dengan dimikian diketahui bahwa beliau mengizinkan melihat bagian tubuh si wanita yang memang biasa terlihat karena tidak mungkin yang dibolehkan hanya melihat wajah saja padahal ketika itu tampak plabagian tubuhnya yang lain, tidak hanya wajahnya.<br /><br />Karena bagian tubuh tersebut memang biasa terlihat. Dengan demikian dibolehkan melihatnya sebagaimana dibolehkan melihat wajah. Dan juga karena si waita boleh dilihat dengan perintah penetap syariat berarti dibolehkan melihat bagian tubuhnya. Sebagaimana yang dibolehkan kepada mahram-mahram si wanita.” (Al-Mughni, fashl Ibahatun Nazhar Ila Wajhil Makhthubah)<br /><br />Memang dalam masalah batasan yang boleh dilihat ketika nazhor ini didapatkan adanya perselisihan pendapat di kalangan ulama.<br /><br />Bahkan Al-Imam Ahmad rahimahullah sampai memiliki bebrapa riwayat dalam masalah ini, di antaranya:<br /><br />Pertama: Yang boleh dilihat hanya wajah si wanita saja.<br /><br />Kedua: Wajah dan dua telapak tangan. Sebagaimana pendapat ini juga dipegangi oleh Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafi’iyyah.<br /><br />Ketiga: boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasa tampak di depan mahramnya dan bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki, dan semisalnya. Tidak boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasanya tertutup seperti bagian dada, punggung, dan semisal keduanya.<br /><br />Keempat: Seluruh tubuhnya boleh dilihat, selain dua kemaluannya. Dinukilkan pendapat in idari Dawud Azh-Zhahiri.<br /><br />Kelima: boleh melihat seluruh tubuhnya tanpa pengecualian. Pendapat ini dipegangi pula oleh Ibnu Hazm da ndicondongi oleh Ibnu Baththal serta dinukilkan juga dari Dawud Azh-Zhahiri.<br /><br />PERHATIAN<br /><br />Tentang pendapat Dawud Azh-Zhahiri di atas, Al-Imam An-NAwawi berkata bahwa pendapat tersebut adalah suatu kesalahan yang nyata. Yang menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah. Ibnul Qaththan menyatakan: “Ada pun sau’atan (yakni qubul dan dubur) tidak perlu dikaji lagi bahwa keduanya tidak boleh dilihat. Apa yang disebutkan bahwa Dawud membolehkan melihat kemaluan, kami sendiri tidak pernah melihat pendapatnya secara langsung dalam buku-buku murid-muridnya. Itu hanya sekedar nukilan dari Abu Hamid Al-Isfirayni. Dan telah kami kemukakan dalil-dalil yang melarang melihat aurat.”<br /><br />Sulaiman At-Taimi berkata: “Bila engkau mengambil rukhshah (pendapat yang ringan) dari setiap orang alim, akan terkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”<br /><br />Ibnu Abdil Barr berkata mengomentari ucapan Sulaiman At-Taimi di atas: “Ini adalah ijma’ (kesepakatan ulama), aku tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini.” (Shahih Jami’Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 359)<br /><br />Selain itu ada pula pendapat berikutnya yang BUKAN merupakan pendapat Al-Imam Ahmad:<br /><br />Keenam: Boleh melihat wajah, dua telapak tangan dan dua telapak kaki si wanita. Demikian pendapat Abu Hanifah dalam satu riwayat darinya.<br /><br />Ketujuh: Boleh dilihat dari si wanita sampai ke tempat-tempat daging pada tubuhnya. Demikian kata Al-Auza’i. (An-Nazhar fi Ahkamin NAzhar hal. 392-393 & Fiqhun Nazhar hal. 77-78)<br /><br />Al-Imam Al-Albani menyatakan bahwa riwayat yang ketiga lebih mendekati zahir hadits dan mencocoki apa yang dilkaukan oleh para sahabat. (Ash-Shahihah, membahas hadits no. 99)<br /><br /><br />3. Khithbah (peminangan)<br />Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.<br /><br />Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya teah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangn itu diterima, maka haram baginya meminang waita tersebut. KArena Rasulullah pernah bersabda:<br /><br />“Tidak bleh seorang meminang wanita yang telah dipinagn oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)<br /><br />Dalam riwayat Muslim (no. 3449) disebutkan:<br /><br />“Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Maka tidaklah halal baginya menawar barang yang telah dibeli oleh saudaranya dan tidak halal pula baginya meminang wanita yang telah dipingan oleh saudaranya hingga saudarnya meninggalkan pinangannya (membatalkan).”<br /><br />Perkara ini merugikan peminang yan gpertama, di mana bisa jadi pihak wanita meminta pembatalan pinagannya disebabkan si wanita lebih menukai peminang kedua. Akibatnya, terjadi permusuhan di ntara sesame muslim dan pelanggaran hak. Bila peminang pertama ternyata ditolak atau peminang pertama mengizinkan peminang kedua untuk melamar si wanita,atau peminang pertama membatalkan pinagnanya maka boleh bagi peminang kedua untuk maju. (Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/252)<br /><br />Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikah akan dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminagan tersebut, si lelaki bebas berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad, keduanya tetap ajnabi. Sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini. (Fiqhun Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)<br /><br />Jangankan duduk bicara berduaan, bahkan ditemani mahram si wanita pun masih dapat mendatangkan fitnah. Karenanya ketika Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dimintai fatwa tentang seorang lelaki yang telah meminang seorang wanita. Kemudian di hari-hari setelah peminangan, ia biasa bertandang ke rumah si wanita, duduk sebentar bersamanya dengan didampingi mahram si wanita dalam keadaan si wanita memakai hijab yang syar’i.<br /><br />Lalu berbincanglah si lelaki dengan si wanita. Namun pembicaraan mereka tidak keluar dari pembahasan agama ataupun bacaan Al-Qur’an. Lalu apa jawaban Syaikh rahimahullah ?<br /><br />Beliau ternyata berfatwa, “Hal seperti itu tidak sepantasnya dilakukan. Karena, perasaan pria bahwa wanita yang duduk bersamanya telah dipinangnya secara umum akan membangkitkan syahwat. Sementara bangkitnya syahwat kepada selain istri dan budak perempuan yang dimiliki adalah haram. Sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, hukumnya haram pula.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, 2/748)<br /><br />Yang Perlu Diperhatikan oleh Wali<br /><br />Ketika wali si wanita ddatnagi oeh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:<br /><br />-Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah pernah bersabda:<br /><br />“Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melkaukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”<br />(HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)<br /><br />-Meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.<br /><br />Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena ia malu. Abu Hurairah berkata menyampaikan hadits Rasulullah:<br /><br />“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah ! Bagaimana izinnya seorang gadis ?” Izinnya dengan ia diam.” Jawab Beliau.<br />(HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458)<br /><br /><br />4. AKAD NIKAH<br /><br />Akad nikah adalah perjanjaian yang berlangsung antar dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.<br /><br />Ijab adalah penyerahn dari pihak pertama. Sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya:<br /><br />“Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”<br /><br />Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya:<br /><br />“Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”<br /><br />Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah.<br /><br />5. WALIMATUL ‘URS<br /><br />Bagi yang berpandangan bahwa melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah (menurut sebagian besar ahlul ilmi), menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib. Karena adanya perintah Rasulullah kepada Abdurrahman bin Auf ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:<br /><br />“Selenggarakanlah walimah walaupn dengan hanya menyembelih seekor kambing.”<br />(HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)<br /><br />Rasulullah sendiri menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas disebutkan:<br /><br />“Tidaklah Nabi menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakkukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-Bukahri no. 5158 dan Muslim no. 3489)<br /><br />Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun disengani tiga hari setelah dukhul, karena demikian yang dinukilkan dari Nabi. Anas bin Malik berkata, “Nabi menikah dengan Shafiyyah dan beliau jadikan kemerdekaan Shafiyyah sebagia maharnya. Beliau mengadalkan walimah tiga hari kemudian.” (Al-Imam Al-Albani berkata dalam Adabuz Zaaf hal. 74: “Diriwaytkan Abu Ya’la dengan sanad yang hasan sebagaimana dalam Fathul Bari (9/199) dan ada dalam Shahih Al-Bukhari secara makna.”)<br /><br />Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih. Tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya ementara orang miskinnya tidak diundang maka makanan walimah tersebut terangggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah bersabda:<br /><br />“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebt hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.”<br />(HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)<br /><br />Pada hari pernikahan in idisunnahkan menabuh duff (sejenis rebana kecil, tanpa keping lgam di sekelilingnya –yang menimbulkan suara gemerincing-) dalam rangka mengumumkan kepada khalayak akan adanya pernikahan tersebut.<br /><br />Rasulullah bersabda:<br /><br />“Pemisah antar apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.”<br />(HR. An-Nasa’i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. dihasankan Al-Imam Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 1994)<br /><br />Adapun makna shaut di sini adalah pengumuman pernikahan, lantangnya suara dan penyebutan/pembicaraan tentang pernikahan tersebut di tengah manusia.<br />(Syarhus Sunnah, 9/47-48)<br /><br />Al-Imam Al-Bukhari menyebutkan satu bab dalam Shahih-nya, “Menabuh duff dalam acara pernikahan dan walimah” dan membawakan hadits Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz yang mengisahkan kehadiran Rasulullah dalam pernikahannya. Ketika itu anak-anak perempuan memukul duff sembari merangkai kata-kata menyenandungkan pujian untuk bapak-bapak mereka yang terbunuh dalam perang Badr, sementara Rasulullah mendengarkannya. (HR. Al-Bukhari no. 5148)<br /><br />Dalam acara pernikahan ini tidak boleh memutar nyanyian-nyanyian batil atau memainkan alat-alat musik. Karena semua itu hukumnya haram.<br /><br />Disunnahkan bagi yang menghadiri sebuah pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai dengan dalil hadits Abu Hurairah, ia berkata: <br /><br />“Adalah Nabi bila mendoakan seseorang yang menikah, beliau mengatakan: Semoga Allah memberkahi untukmu dan memberkahi atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”<br />(HR. At-Tirmidzi no. 1091, dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)<br /><br />6. SETELAH AKAD<br /><br />Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin masuk menemui istrinya maka disengani baginya untuk melakukan bebrapa perkara berikut ini:<br /><br />Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan hubungan dari kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari perbuatan Rasulullah, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui istrinya. Sebagaiman berita dari Aisyah (HR. Muslim no. 590).<br /><br />Kedua: Disengani baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas.<br /><br />Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma bintu Yazid bin As-Sakan, ia berkata,<br /><br />“Aku mendandani Aisyah untuk dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah untuk melihat Aisyah. Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah yang memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.”<br />Asma pun menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah. Aisyah pun engambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut...”<br /><br />Keempat: Mendoakan keberkahan bagi istrinya.<br />Sebagaimana yang dipesankan Rasulullah:<br /><br />“...maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah, mendoakan keberkahan dan mengatakan: “Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia atasnya dan aku belindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan /tabiatkan dia atasnya.”<br />(HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)<br /><br />Kelima: Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini dinukilkan dari atsar Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari. Ia berkata: “aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi, di antar mereka ada Ibnu Mas’ud , Bu Dzar, dan Hudzaifah. Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimani. Namun orang-orang menyuruhku agar aku yang maju.<br /><br />Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka menjawab memang seharusnya demikian. Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaaan aku berstatus budak. Mereka mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk menemui istrimu, shalaltlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah dari kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu...” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq. Al-Imam Al-Albani berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 23, “Sanadnya shahih sampai ke Abu Sa’id”).<br /><br />Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.</div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-71536374285545698172010-01-24T02:15:00.001-08:002010-01-24T02:16:06.656-08:00Beberapa Kesalahan Dalam Berwudhu<div style="text-align: justify;">Wudhu memiliki kedudukan yang penting dalam agama kita. Tidak sahnya wudhu seseorang dapat menyebabkan sholat yang ia kerjakan menjadi tidak sah, sedangkan sholat adalah salah satu rukun Islam yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk memperhatikan bagaimana dia berwudhu. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak diterima sholat yang dilakukan tanpa wudhu dan tidak diterima shodaqoh yang berasal dari harta yang didapat secara tidak halal.” (HR. Muslim)<br /><br />Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh kaum muslimin pada tata cara berwudhu diantaranya:<br /><br />1. Melafazhkan niat. Kebiasaan salah yang sering dilakukan kaum muslimin ini bukan hanya dalam masalah wudhu saja, bahkan dalam berbagai macam ibadah. Rosululloh tidak pernah melafazhkan niat ketika berwudhu sedangkan orang yang mengamalkan perkara ibadah yang tidak pernah ada contohnya dari Rosululloh maka amalan itu tertolak (Lihat hadits Arba’in Nawawiyah no. 5) dan bahkan akan mendatangkan murka Alloh. Patokan dalam tata cara ibadah adalah mengikuti Rosululloh, bukan akal pikiran atau perasaaan kita sendiri yang akan menjadi hakim mana yang baik dan mana yang buruk. Andaikan itu adalah hal yang baik, mengapa Rosululloh tidak mengajarkannya atau tidak melakukannya? Apa mereka merasa lebih pintar, lebih sholih, lebih bertaqwa, lebih berilmu daripada Rosululloh? Apakah mereka merasa bahwa Rosululloh bodoh terhadap hal-hal yang baik sampai mereka berkarya sendiri? Maka siapakah yang kalian ikuti dalam ibadah ini wahai para pelafazh niat…???<br /><br />2. Membaca doa-doa khusus dalam setiap gerakan wudhu seperti doa membasuh muka, do’a membasuh kepala dan lain-lain. Tidak ada riwayat shohih yang menjelaskan tentang hal tersebut.<br /><br />3. Tidak membaca “bismillah” padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sempurna wudhu’ sesorang yang tidak membaca basmallah.” (HR. Ahmad)<br /><br />4. Hanya berkumur tanpa istinsyaq (memasukkan air ke hidung) padahal keduanya termasuk dalam membasuh wajah. Adapun yang sesuai sunnah adalah menyatukan antara berkumur-kumur dangan beristinsyaq dengan satu kali cidukan berdasarkan hadits Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu tentang tata cara berwudhu. (HR. Bukhari, Muslim)<br /><br />5. Tidak membasuh kedua tangan sampai siku, hal ini sering kita lihat pada orang yang berwudhu cepat bagaikan kilat sehingga tidak memperhatikan bahwa sikunya tidak terbasuh. Padahal Alloh Ta’ala berfirman, “Dan basuhlah kedua tanganmu hingga kedua siku.” (Al Maaidah: 6)<br /><br />6. Memisah antara membasuh kepala dengan membasuh telinga padahal yang benar adalah membasuh kepala dan telinga dalam satu kali ciduk. Dan ini hanya dilakukan satu kali, bukan tiga kali seperti pada bagian lain, hal ini berdasarkan hadits dari Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu tentang tata cara berwudhu. (HR. Bukhari, Muslim)<br /><br />7. Tidak memperhatikan kebagusan wudhunya sehingga terkadang ada anggota wudhunya yang seharusnya terbasuh tetapi belum terkena air. Rosululloh pernah melihat seorang yang sedang sholat sedangkan pada punggung telapak kakinya ada bagian seluas uang dirham yang belum terkena air, kemudian beliau memerintahkannya untuk mengulang wudhu dan sholatnya.<br /><br />8. Was-was ketika berwudhu. Sering kita melihat ketika seseorang berwudhu hingga sampai ke tangannya, dia teringat bahwa lafazh niatnya belum mantap sehingga dia mengulang wudhunya dari awal bahkan kejadian ini terus berulang dalam wudhunya tersebut hingga iqomah dikumandangkan, hal seperti ini adalah was-was dari syaithon yang tidak berdasar. Wallahul musta’an.<br /><br />Demikianlah sedikit paparan mengenai sekelumit kesalahan dalam berwudhu yang banyak kita jumpai pada kaum Muslimin khususnya di negeri kita ini, semoga bermanfaat dan menjadikan kita lebih memperhatikannya lagi. Wallohu a’lam bish showab.</div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-54693660225971028192010-01-24T01:50:00.000-08:002010-01-24T01:52:06.746-08:00Kisah Nabi Sulaiman Ketika Menjadi Seorang JuriNabi Sulaiman adalah salah seorang putera Nabi Daud. Sejak ia masih kanak-kanak berusia sebelas tahun, ia sudah menampakkan tanda-tanda kecerdasan, ketajaman otak, kepandaian berfikir serta ketelitian di dalam mempertimbangkan dan mengambil sesuatu keputusan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Nabi Sulaiman Seorang Juri</span><br /><br />Sewaktu Nabi Daud, ayahnya menduduki tahta kerajaan Bani Isra'il ia selalu mendampinginnya dalam tiap-tiap sidang peradilan yang diadakan untuk menangani perkara-perkara perselisihan dan sengketa yang terjadi di dalam masyarakat. Ia memang sengaja dibawa oleh Daud, ayahnya menghadiri sidang-sidang peradilan serta menyekutuinya di dalam menangani urusan-urusan kerajaan untuk melatihnya serta menyiapkannya sebagai putera mahkota yang akan menggantikanya memimpin kerajaan, bila tiba saatnya ia harus memenuhi panggilan Ilahi meninggalkan dunia yang fana ini. Dan memang Sulaimanlah yang terpandai di antara sesama saudara yang bahkan lebih tua usia daripadanya.<br /><br />Suatu peristiwa yang menunjukkan kecerdasan dan ketajaman otaknya iaitu terjadi pada salah satu sidang peradilan yang ia turut menghadirinya. dalam persidangan itu dua orang datang mengadu meminta Nabi Daud mengadili perkara sengketa mereka, iaitu bahawa kebun tanaman salah seorang dari kedua lelaki itu telah dimasuki oleh kambing-kambing ternak kawannya di waktu malam yang mengakibatkan rusak binasanya perkarangannya yang sudah dirawatnya begitu lama sehingga mendekati masa menuainya. Kawan yang diadukan itu mengakui kebenaran pengaduan kawannya dan bahawa memang haiwan ternakannyalah yang merusak-binasakan kebun dan perkarangan kawannya itu.<br /><br />Dalam perkara sengketa tersebut, Daud memutuskan bahawa sebagai ganti rugi yang dideritai oleh pemilik kebun akibat pengrusakan kambing-kambing peliharaan tetangganya, maka pemilik kambing-kambing itu harus menyerahkan binatang peliharaannya kepada pemilik kebun sebagai ganti rugi yang disebabkan oleh kecuaiannya menjaga binatang ternakannya. Akan tetapi Sulaiman yang mendengar keputusan itu yang dijatuhkan oleh ayahnya itu yang dirasa kurang tepat berkata kepada si ayah: "Wahai ayahku, menurut pertimbanganku keputusan itu sepatut berbunyi sedemikian : Kepada pemilik perkarangan yang telah binasa tanamannya diserahkanlah haiwan ternak jirannya untuk dipelihara, diambil hasilnya dan dimanfaatkan bagi keperluannya, sedang perkarangannya yang telah binasa itu diserahkan kepada tetangganya pemilik peternakan untuk dipugar dan dirawatnya sampai kembali kepada keadaan asalnya, kemudian masing-masing menerima kembali miliknya, sehingga dengan cara demikian masing-masing pihak tidak ada yang mendapat keuntungan atau kerugian lebih daripada yang sepatutnya."<br /><br />Kuputusan yang diusulkan oleh Sulaiman itu diterima baik oleh kedua orang yang menggugat dan digugat dan disambut oleh para orang yang menghadiri sidang dengan rasa kagum terhadap kecerdasan dan kepandaian Sulaiman yang walaupun masih muda usianya telah menunjukkan kematangan berfikir dan keberanian melahirkan pendapat walaupun tidak sesuai dengan pendapat ayahnya.<br />Peristiwa ini merupakan permulaan dari sejarah hidup Nabi Sulaiman yang penuh dengan mukjizat kenabian dan kurnia Allah yang dilimpahkan kepadanya dan kepada ayahnya Nabi Daud.<br /><br /><br />Sulaiman Menduduki Tahta Kerajaan Ayahnya<br /><br />Sejak masih berusia muda Sulaiman telah disiapkan oleh Daud untuk menggantikannya untuk menduduki tahta singgahsana kerajaan Bani Isra'il.<br />Abang Sulaiman yang bernama Absyalum tidak merelakan dirinya dilangkahi oleh adiknya .Ia beranggapan bahawa dialah yang sepatutnya menjadi putera mahkota dan bukan adiknya yang lebih lemah fizikalnya dan lebih muda usianya srta belum banyak mempunyai pengalaman hidup seperti dia. Kerananya ia menaruh dendam terhadap ayahnya yang menurut anggapannya tidak berlaku adil dan telah memperkosa haknya sebagai pewaris pertama dari tahta kerajaan Bani Isra'il.<br /><br />Absyalum berketetapan hati akan memberotak terhadap ayahnya dan akan berjuang bermati-matian untuk merebut kekuasaan dari tangan ayahnya atau adiknya apa pun yang harus ia korbankan untuk mencapai tujuan itu. Dan sebagai persiapan bagi rancangan pemberontakannya itu, dari jauh-jauh ia berusaha mendekati rakyat, menunjukkan kasih sayang dan cintanya kepada mereka menolong menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi serta mempersatukan mereka di bawah pengaruh dan pimpinannya. Ia tidak jarang bagi memperluaskan pengaruhnya, berdiri didepan pintu istana mencegat orang-orang yang datang ingin menghadap raja dan ditanganinya sendiri masalah-masalah yang mereka minta penyelesaian.<br /><br />Setelah merasa bahawa pengaruhnya sudah meluas di kalangan rakyat Bani Isra'il dan bahawa ia telah berhasil memikat hati sebahagian besar dari mereka, Absyalum menganggap bahawa saatnya telah tiba untuk melaksanakan rencana rampasan kuasa dan mengambil alih kekuasaan dari tangan ayahnya dengan paksa. Lalu ia menyebarkan mata-matanya ke seluruh pelosok negeri menghasut rakyat dan memberi tanda kepada penyokong-penyokong rencananya, bahawa bila mereka mendengar suara bunyi terompet, maka haruslah mereka segera berkumpul, mengerumuninya kemudian mengumumkan pengangkatannya sebagai raja Bani Isra'il menggantikan Daud ayahnya.<br /><br />Syahdan pada suatu pagi hari di kala Daud duduk di serambi istana berbincang-bincang dengan para pembesar dan para penasihat pemerintahannya, terdengarlah suara bergemuruh rakyat bersorak-sorai meneriakkan pengangkatan Absyalum sebagai raja Bani Isra'il menggantikan Daud yang dituntut turun dari tahtanya. Keadaan kota menjadi kacau-bilau dilanda huru-hara keamanan tidak terkendalikan dan perkelahian terjadi di mana-mana antara orang yang pro dan yang kontra dengan kekuasaan Absyalum.<br /><br />Nabi Daud merasa sedih melihat keributan dan kekacauan yang melanda negerinya, akibat perbuatan puterannya sendiri. Namun ia berusaha menguasai emosinya dan menahan diri dari perbuatan dan tindakan yang dapat menambah parahnya keadaan. Ia mengambil keputusan untuk menghindari pertumpahan darah yang tidak diinginkan, keluar meninggalkan istana dan lari bersama-sama pekerjanya menyeberang sungai Jordan menuju bukit Zaitun. Dan begitu Daud keluar meninggalkan kota Jerusalem, masuklah Absyalum diiringi oleh para pengikutnya ke kota dan segera menduduki istana kerajaan. Sementara Nabi Daud melakukan istikharah dan munajat kepada Tuhan di atas bukit Zaitun memohon taufiq dan pertolongan-Nya agar menyelamatkan kerajaan dan negaranya dari malapetaka dan keruntuhan akibat perbuatan puteranya yang durhaka itu.<br /><br />Setelah mengadakan istikharah dan munajat yang tekun kepada Allah, akhirnya Daud mengambil keputusan untuk segera mengadakan kontra aksi terhadap puteranya dan dikirimkanlah sepasukan tentera dari para pengikutnya yang masih setia kepadanya ke Jerusalem untuk merebut kembali istana kerajaan Bani Isra'il dari tangan Absyalum. Beliau berpesan kepada komandan pasukannya yang akan menyerang dan menyerbu istana, agar bertindak bijaksana dan sedapat mungkin menghindari pertumpahan darah dan pembunuhan yang tidak perlu, teristimewa mengenai Absyalum, puteranya, ia berpesan agar diselamatkan jiwanya dan ditangkapnya hidup-hidup. Akan tetapi takdir telah menentukan lain daripada apa yang si ayah inginkan bagi puteranya. Komandan yang berhasil menyerbu istana tidak dapat berbuat lain kecuali membunuh Absyalum yang melawan dan enggan menyerahkan diri setelah ia terkurung dan terkepung.<br /><br />Dengan terbunuhnya Absyalum kembalilah Daud menduduki tahtanya dan kembalilah ketenangan meliputi kota Jerusalem sebagaimana sediakala. Dan setelah menduduki tahta kerajaan Bani Isra'il selama empat puluh tahun wafatlah Nabi Daud dalam usia yang lanjut dan dinobatkanlah sebagai pewarisnya Sulaiman sebagaimana telah diwasiatkan oleh ayahnya.<br /><br />Kekuasaan Sulaiman Atas Jin dan Makhluk Lain<br /><br />Nabi Sulaiman yang telah berkuasa penuh atas kerajaan Bani Isra'il yang makin meluas dan melebar, Allah telah menundukkan baginya makhluk-makhluk lain, iaitu Jin angin dan burung-burung yang kesemuanya berada di bawah perintahnya melakukan apa yang dikehendakinya dan melaksanakan segala komandonya. Di samping itu Allah memberinya pula suatu kurnia berupa mengalirnya cairan tembaga dari bawah tanah untuk dimanfaatkannya bagi karya pembangunan gedung-gedung, perbuatan piring-piring sebesar kolam air, periuk-periuk yang tetap berada diatas tungku yang dikerjakan oleh pasukan Jin-Nya.<br /><br />Sebagai salah satu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Sulaiman ialah kesanggupan beliau menangkap maksud yang terkandung dalam suara binatang-binatang dan sebaliknya binatang-binatang dapat pula mengerti apa yang ia perintahkan dan ucapkan.<br />Demikianlah maka tatkala Nabi Sulaiman berpergian dalam rombongan kafilah yang besar terdiri dari manusia, jin dan binatang-binatang lain, menuju ke sebuah tempat bernama Asgalan ia melalui sebuah lembah yang disebut lembah semut. Disitu ia mendengar seekor semut berkata kepada kawan-kawannya: "Hai semut-semut, masuklah kamu semuanya ke dalam sarangmu, agar supaya kamu selamat dan tidak menjadi binasa diinjak oleh Sulaiman dan tenteranya tanpa ia sedar dan sengaja.<br /><br />Nabi Sulaiman tersenyum tertawa mendengar suara semut yang ketakutan itu. Ia memberitahu hal itu kepada para pengikutnya seraya bersyukur kepada Allah atas kurnia-Nya yang menjadikan ia dapat mendengar serta menangkap maksud yang terkandung dalam suara semut itu. Ia merasa takjud bahawa binatang pun mengerti bahawa nabi-nabi Allah tidak akan mengganggu sesuatu makhluk dengan sengaja dan dalam keadaan sedar.<br /><br />Sulaiman dan Ratu Balqis<br /><br />Setelah Nabi Sulaiman membangunkan Baitulmaqdis dan melakukan ibadah haji sesuai dengan nadzarnya pergilah ia meneruskan perjalannya ke Yeman. Setibanya di San'a - ibu kota Yeman ,ia memanggil burung hud-hud sejenis burung pelatuk untuk disuruh mencari sumber air di tempat yang kering tandus itu. Ternyata bahawa burung hud-hud yang dipanggilnya itu tidak berada diantara kawasan burung yang selalu berada di tempat untuk melakukan tugas dan perintah Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman marah dan mengancam akan mengajar burung Hud-hud yang tidak hadir itu bila ia datang tanpa alasan dan uzur yang nyata.<br /><br />Berkata burung Hud-hud yang hinggap didepan Sulaiman sambil menundukkan kepala ketakutan:: "Aku telah melakukan penerbangan pengintaian dan menemukan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui oleh paduka Tuan. Aku telah menemukan sebuah kerajaan yang besar dan mewah di negeri Saba yang dikuasai dan diperintah oleh seorang ratu. Aku melihat seorang ratu itu duduk di atas sebuah tahta yang megah bertaburkan permata yang berkilauan. Aku melihat ratu dan rakyatnya tidak mengenal Tuhan Pencipta alam semesta yang telah mengurniakan mereka kenikmatan dan kebahagian hidup. Mereka tidak menyembah dan sujud kepada-Nya, tetapi kepada matahari. Mereka bersujud kepadanya dikala terbit dan terbenam. Mereka telah disesatkan oleh syaitan dari jalan yang lurus dan benar."<br /><br />Berkata Sulaiman kepada Hud-hud: "Baiklah, kali ini aku ampuni dosamu kerana berita yang engkau bawakan ini yang aku anggap penting untuk diperhatikan dan untuk mengesahkan kebenaran beritamu itu, bawalah suratku ini ke Saba dan lemparkanlah ke dalam istana ratu yang engkau maksudkan itu, kemudian kembalilah secepat-cepatnya, sambil kami menanti perkembangan selanjutnya bagaimana jawapan ratu Saba atas suratku ini."<br />HUd-hud terbang kembali menuju Saba dan setibanya di atas istana kerajaan Saba dilemparkanlah surat Nabi Sulaiman tepat di depan ratu Balqis yang sedang duduk dengan megah di atas tahtanya. Ia terkejut melihat sepucuk surat jatuh dari udara tepat di depan wajahnya. Ia lalu mengangkat kepalanya melihat ke atas, ingin mengetahui dari manakah surat itu datang dan siapakah yang secara kurang hormat melemparkannya tepat di depannya. Kemudian diambillah surat itu oleh ratu, dibuka dan baca isinya yang berbunyi: "Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, surat ini adalah daripadaku, Sulaiman. Janganlah kamu bersikap sombong terhadapku dan menganggap dirimu lebih tinggi daripadaku. Datanglah sekalian kepadaku berserah diri."<br /><br />Setelah dibacanya berulang kali surat Nabi Sulaiman Ratu Balqis memanggil para pembesarnya dan para penasihat kerajaan berkumpul untuk memusyawarahkan tindakan apa yang harus diambil sehubungan dengan surat Nabi Sulaiman yang diterimanya itu.<br />Berkatlah para pembesar itu ketika diminta petimbangannya: "Wahai paduka tuan ratu, kami adalah putera-putera yang dibesarkan dan dididik untuk berperang dan bertempur dan bukan untuk menjadi ahli pemikir atau perancang yang patut memberi pertimbangan atau nasihat kepadamu. Kami menyerahkan kepadamu untuk mengambil keputusan yang akan membawa kebaikan bagi kerajaan dan kami akan tunduk dan melaksanakan segala perintah dan keputusanmu tanpa ragu. Kami tidak akan gentar menghadapi segala ancaman dari mana pun datangnya demi menjaga keselamatanmu dam keselamatan kerajaanmu."<br /><br />Ratu Balqis menjawab: "Aku memperoleh kesan dari uraianmu bahwa kamu mengutamakan cara kekerasan dan kalau perlu kamu tidak akan gentar masuk medan perang melawan musuh yang akan menyerbu. Aku sangat berterima kasih atas kesetiaanmu kepada kerajaan dan kesediaanmu menyabung nyawa untuk menjaga keselamatanku dan keselamatan kerajaanku. Akan tetapi aku tidak sependirian dengan kamu sekalian. Menurut pertimbanganku, lebih bijaksana bila kami menempuh jalan damai dan menghindari cara kekerasan dan peperangan. Sebab bila kami menentang secara kekerasan dan sampai terjadi perang dan musuh kami berhasil menyerbu masuk kota-kota kami, maka nescaya akan berakibat kerusakan dan kehancuran yang sgt menyedihkan. Mereka akan menghancur binasakan segala bangunan, memperhambakan rakyat dan merampas segala harta milik dan peninggalan nenek moyang kami. Hal yang demikian itu adalah merupakan akibat yang wajar dari tiap peperangan yang dialami oleh sejarah manusia dari masa ke semasa. Maka menghadapi surat Sulaiman yang mengandung ancaman itu, aku akan cuba melunakkan hatinya dengan mengirimkan sebuah hadiah kerajaan yang akan terdiri dari barang-barang yang berharga dan bermutu tinggi yang dapat mempesonakan hatinya dan menyilaukan matanya dan aku akan melihat bagaimana ia memberi tanggapan dan reaksi terhadap hadiahku itu dan bagaimana ia menerima utusanku di istananya.<br /><br />Selagi Ratu Balgis siap-siap mengatur hadiah kerajaan yang akan dikirim kepada Sulaiman dan memilih orang-orang yang akan menjadi utusan kerajaan membawa hadiah, tibalah hinggap di depan Nabi Sulaiman burung pengintai Hud-hud memberitakan kepadanya rancangan Balqis untuk mengirim utusan membawa hadiah baginya sebagai jawaban atas surat beliau kepadanya.<br />Setelah mendengar berita yang dibawa oleh Hud-hud itu, Nabi Sulaiman mengatur rencana penerimaan utusan Ratu Balqis dan memerintahkan kepada pasukan Jinnya agar menyediakan dan membangunkan sebuah bangunan yang megah yang tiada taranya ya akan menyilaukan mata perutusan Balqis bila mereka tiba.<br /><br />Tatkala perutusan Ratu Balqis datang, diterimalah mereka dengan ramah tamah oleh Sulaiman dan setelah mendengar uraian mereka tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka dengan hadiah kerajaan yang dibawanya, berkatalah Nabi Sulaiman: "Kembalilah kamu dengan hadiah-hadiah ini kepada ratumu. Katakanlah kepadanya bahawa Allah telah memberiku rezeki dan kekayaan yang melimpah ruah dan mengurniaiku dengan kurnia dan nikmat yang tidak diberikannya kepada seseorang drp makhluk-Nya. Di samping itu aku telah diutuskan sebagai nabi dan rasul-Nya dan dianugerahi kerajaan yang luas yang kekuasaanku tidak sahaja berlaku atas manusia tetapi mencakup juga jenis makhluk Jin dan binatang-binatang. Maka bagaimana aku akan dapat dibujuk dengan harta benda dan hadiah serupa ini? Aku tidak dapat dilalaikan dari kewajiban dakwah kenabianku oleh harta benda dan emas walaupun sepenuh bumi ini. Kamu telah disilaukan oleh benda dan kemegahan duniawi, sehingga kamu memandang besar hadiah yang kamu bawakan ini dan mengira bahawa akan tersilaulah mata kami dengan hadiah Ratumu. Pulanglah kamu kembali dan sampaikanlah kepadanya bahawa kami akan mengirimkan bala tentera yang sangat kuat yang tidak akan terkalahkan ke negeri Saba dan akan mengeluarkan ratumu dan pengikut-pengikutnya dari negerinya sebagai- orang-orang yang hina-dina yang kehilangan kerajaan dan kebesarannya, jika ia tidak segera memenuhi tuntutanku dan datang berserah diri kepadaku."<br /><br />Perutusan Balqis kembali melaporkan kepada Ratunya apa yang mereka alami dan apa yang telah diucapkan oleh Nabi Sulaiman. Balqis berfikir, jalan yang terbaik untuk menyelamatkan diri dan kerajaannya ialah menyerah saja kepada tuntutan Sulaiman dan datang menghadap dia di istananya.<br />Nabi Sulaiman berhasrat akan menunjukkan kepada Ratu Balqis bahawa ia memiliki kekuasaan ghaib di samping kekuasaan lahirnya dan bahwa apa yang dia telah ancamkan melalui rombongan perutusan bukanlah ancaman yang kosong. Maka bertanyalah beliau kepada pasukan Jinnya, siapakah diantara mereka yang sanggup mendatangkan tahta Ratu Balqis sebelum orangnya datang berserah diri.<br /><br />Berkata Ifrit, seorang Jin yang tercerdik: "Aku sanggup membawa tahta itu dari istana Ratu Balqis sebelum engkau sempat berdiri dari tempat dudukimu. Aku adalah pesuruhmu yang kuat dan dapat dipercayai.<br />Seorang lain yang mempunyai ilmu dan hikmah nyeletuk berkata: "Aku akan membawa tahta itu ke sini sebelum engkau sempat memejamkan matamu."<br />Ketika Nabi Sulaiman melihat tahta Balqis sudah berada didepannya, berkatalah ia: Ini adalah salah satu kurnia Tuhan kepadaku untuk mencuba apakah aku bersyukur atas kurnia-Nya itu atau mengingkari-Nya, kerana barang siapa bersyukur maka itu adalah semata-mata untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa mengingkari nikmat dan kurnia Allah, ia akan rugi di dunia dan di akhirat dan sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Mulia."<br /><br />Menyonsong kedatangan Ratu Balqis, Nabi Sulaiman memerintahkan orang-orangnya agar mengubah sedikit bentuk dan warna tahta Ratu itu yang sudah berada di depannya kemudian setelah Ratu itu tiba berserta pengiring-pengiringnya, bertanyalah Nabi Sulaiman seraya menundingkan kepada tahtanya: "Serupa inikah tahtamu?" Balqis menjawab: "Seakan-akan ini adalah tahtaku sendiri," seraya bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana mungkin bahawa tahtanya berada di sini padahal ia yakin bahawa tahta itu berada di istana tatkala ia bertolak meninggalkan Saba.<br /><br />Selagi Balgis berada dalam keadaan kacau fikiran, kehairanan melihat tahta kerajaannya sudah berpindah ke istana Sulaiman, ia dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang sengaja dibangun untuk penerimaannya. Lantai dan dinding-dindingnya terbuat dari kaca putih. Balqis segera menyingkapkan pakaiannya ke atas betisnya ketika berada dalam ruangan itu, mengira bahawa ia berada di atas sebuah kolam air yang dapat membasahi tubuh dan pakaiannya.<br />Berkata Nabi Sulaiman kepadanya: "Engkau tidak usah menyingkap pakaianmu. Engkau tidak berada di atas kolam air. Apa yang engkau lihat itu adalah kaca-kaca putih yang menjadi lantai dan dinding ruangan ini."<br /><br />"Oh,Tuhanku," Balqis berkata menyedari kelemahan dirinya terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan yang dipertunjukkan oleh Nabi Sulaiman, "aku telah lama tersesat berpaling daripada-Mu, melalaikan nikmat dan kurnia-Mu, merugikan dan menzalimi diriku sendiri sehingga terjatuh dari cahaya dan rahmat-Mu. Ampunilah aku. Aku berserah diri kepada Sulaiman Nabi-Mu dengan ikhlas dan keyakinan penuh. Kasihanilah diriku wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang."<br /><br />Demikianlah kisah Nabi Sulaiman dan Balqis Ratu Saba. Dan menurut sementara ahli tafsir dan ahli sejarah nabi-nabi, bahawa Nabi Sulaiman pada akhirnya kahwin dengan Balqis dan dari perkahwinannya itu lahirlah seorang putera.<br />Menurut pengakuan maharaja Ethiopia Abessinia, mereka adalah keturunan Nabi Sulaiman dari putera hasil perkahwinannya dengan Balqis itu. Wallahu alam bisshawab.<br /><br />Wafatnya Nabi Sulaiman<br /><br />Al-Quran mengisahkan bahawa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kematian Sulaiman kecuali anai-anai yang memakan tongkatnya yang ia sandar kepadanya ketika Tuhan mengambil rohnya. Para Jin yang sedang mengerjakan bangunan atas perintahnya tidak mengetahui bahawa Nabi Sulaiman telah mati kecuali setelah mereka melihat Nabi Sulaiman tersungkur jatuh di atas lantai, akibat jatuhnya tongkat sandarannya yang dimakan oleh anai-anai. Sekiranya para Jin sudah mengetahui sebelumnya, pasti mereka tidak akan tetap meneruskan pekerjaan yang mereka anggap sebagai seksaan yang menghinakan.<br /><br />Berbagai cerita yang dikaitkan orang pada ayat yang mengisahkan matinya Nabi Sulaiman, namun kerana cerita-cerita itu tidak ditunjang dikuatkan oleh sebuah hadis sahih yang muktamad, maka sebaiknya kami berpegang saja dengan apa yang dikisahkan oleh Al-Quran dan selanjutnya Allahlah yang lebih Mengetahui dan kepada-Nya kami berserah diri.<br /><br /><br />Kisah Nabi Sulaiman dapat dibaca di dalam Al-Quran, surah An-Naml ayat 15 sehingga ayat 44Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-5549730692606206002010-01-24T01:35:00.000-08:002010-01-24T01:37:47.821-08:00Nabi IbrahimNabi Ibrahim adalah putera Aaazar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pd waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama "Namrud bin Kan'aan."<br />Kerajaan Babylon pd masa itu termasuk kerajaan yang makmur rakyat hidup senang, sejahtera dalam keadaan serba cukup sandang mahupun pandangan serta saranan-saranan yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mrk.Akan tetapi tingkatan hidup rohani mrk masih berada di tingkat jahiliyah. Mrk tidak mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah memberi karunia mereka dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi. Persembahan mrk adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.<br /><br />Raja mereka Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak.Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dpt dilanggar atau di tawar. Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebuh-lebihanyang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan. Ia berfikir jika rakyatnya mahu dan rela menyembah patung-patung yang terbina dari batu yang tidal dpt memberi manfaat dan mendtgkan kebahagiaan bagi mrk, mengapa bukan dialah yang disembah sebagai tuhan.Dia yang dpt berbicara, dapat mendengar, dpt berfikir, dpt memimpin mrk, membawa kemakmuran bagi mrk dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dpt mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang hina-dina diangkatnya menjadi orang mulia. di samping itu semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.<br /><br />Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calun Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan kecetekan fikiran dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus dibanteras dan diperangi agar mrk kembali kepada persembahan yang benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.<br /><br />Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung -patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? "<br /><br />Nabi Ibrahim Ingin Melihat Bagaimana Makhluk Yang Sudah Mati Dihidupkan Kembali Oleh Allah<br /><br />Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebalkan iman dan keyakinannya, menenteramkan<br />hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin esekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.Berserulah ia kepada Allah: " Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati."Allah menjawab seruannya dengan berfirman:Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku? "Nabi Ibrahim menjawab:" Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."<br /><br />Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.<br />Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.<br /><br />Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan enpat ekor burung itu dalam keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah YAng Maha Berkuasa dpt menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dpt menghalangi atau menentangnya dan hanya kata "Kun" yang difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikenhendaki " Fayakun".<br /><br />Nabi Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya<br /><br />Aazar, ayah Nabi Ibrahim tidak terkecuali sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala bah ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan drpnya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan.<br />Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyedarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh.Beliau merasakan bahawa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.<br /><br />Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia dtg kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahawa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dpt mendtgkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran syaitan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mrk rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.<br /><br />Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yyang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki hamun seakan-akan tidak ada hunbungan diantara mereka. IA berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: " Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan cuba mendurhakaiku.Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."<br /><br />Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seray berkaat: " Oh ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku utkmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih dan prihati karena tidak berhasil mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kufur.<br /><br />Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala<br /><br />Kegagalan Nabi Ibrahim dalam usahanya menyedarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sedar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendpt hidayah ,bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.<br />Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya<br /><br />Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mrk anut dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata bahwa bila mrk sudah tidak berdaya menilak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebathilan kepercayaan mrk maka dalil dan alasan yang usanglah yang mrk kemukakan iaitu bahwa mrk hanya meneruskan apa yang oleh bapa-bapa dan nenek moyang mrk dilakukan dan sesekali mrk tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mrk warisi.<br /><br />Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang berkepala batu dan yang tidak mahu menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahwa mrk tidak akan menyimpang dari cara persembahan nenek moyang mrk, walaupun oleh Nabi Ibrahim dinyatakan berkali-kali bahwa mrk dan bapa-bapa mrk keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis.<br />Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mrk lihat dengan mata kepala mrk sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mrk betul-betul tidak berguna bagi mrk dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.<br /><br />Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap tahun mrk keluar kota beramai-ramai pd suatu hari raya yang mrk anggap sebagai keramat. Berhari-hari mrk tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mrk bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mrk kosong dan sunyi. Mrk berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mrk merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mrk bila ia turut serta.<br /><br />" Inilah dia kesempatan yang ku nantikan," kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:" Mengapa kamu tidak makan makanan yang lazat yang disaljikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu."Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.<br /><br />Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mrk hancur berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub: "Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mrk ini?" Berkata salah seorang diantara mrk:" Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini." Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:" Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu." Selidik punya selidik, akhirnya terdpt kepastian yyang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dpt diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mrk. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.<br /><br />Dan memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mrk yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan.<br />Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.<br /><br />Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mrk.<br />Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh para hakim:" Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:<br /><br />" Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya."<br /><br />Para hakim penanya terdiam sejenak seraya melihat yang satu kepada yang lain dan berbisik-bisik, seakan-akan Ibrahim yang mengandungi ejekan itu. Kemudian berkata si hakim:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?" Tibalah waktunya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan persembahan mrk,yang mrk pertahankan mati-matian, semata-mata hanya karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada para hakim itu:" Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu."<br /><br />Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya iut, para hakim mencetuskan keputusan bahawa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:" Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu , jika kamu benar-benar setia kepadanya."<br /><br />Nabi Ibrahim Dibakar Hidup-hidup<br /><br />Keputusan mahkamah telah dijatuhakan.Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang diaturkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mrk yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.<br /><br />Berduyun-duyunlah para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada tuhan mrk. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin.<br />Setelah terkumpul kayu bakar di lanpangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksan sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar oleh panasnya wap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim didtgkan dan dari atas sebuah gedung yang tinggi dilemparkanlah ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah:" Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."<br /><br />Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.<br /><br />Para penonton upacara pembakaran hairan tercenggang tatkala melihat Nabi Ibrahim keluar dari bukit api yang sudah padam dan menjadi abu itu dalam keadaan selamat, utuh dengan pakaiannya yang tetap berda seperti biasa, tidak ada tanda-tanda sentuhan api sedikit jua pun. Mereka bersurai meninggalkan lapangan dalam keadaan hairan seraya bertanya-tanya pada diri sendiri dan di antara satu sama lain bagaimana hal yang ajaib itu berlaku, padahal menurut anggapan mereka dosa Nabi Ibrahim sudah nyata mendurhakai tuhan-tuhan yang mereka puja dan sembah.Ada sebahagian drp mrk yang dalam hati kecilnya mulai meragui kebenaran agama mrk namun tidak berani melahirkan rasa ragu-ragunya itu kepada orang lain, sedang para pemuka dan para pemimpin mrk merasa kecewa dan malu, karena hukuman yang mrk jatuhkan ke atas diri Nabi Ibrahim dan kesibukan rakyat mengumpulkan kayu bakar selama berminggu-minggu telah berakhir dengan kegagalan, sehingga mrk merasa malu kepada Nabi Ibrahim dan para pengikutnya.<br /><br />Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak drp mrk untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang drp mrk yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah bealih ke pihak Nabi Ibrahim.Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-39894385936834884872010-01-24T00:46:00.001-08:002010-01-24T00:47:45.255-08:00Doa Agar terhindar dari Syirik<span style="font-size:180%;">اَللَّھُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ<br />لِمَا لاَ أَعْلَمُ.<span style="font-size:100%;"><br /><br />“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu, agar tidak menyekutukan-Mu, sedang aku mengetahuinya dan minta ampun terhadap apa yang tidak aku ketahui.”<br /></span></span>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-11595772028175111982010-01-24T00:39:00.000-08:002010-01-24T00:43:47.683-08:00Doa Untuk Kesedihan yang Mendalam<span style="font-size:130%;"><span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold;">لاَ إِلَھَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِیْمُ الْحَلِیْمُ، لاَ إِلَھَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ</span><br /><span style="font-weight: bold;">الْعَظِیْمِ، لاَ إِلَھَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ اْلأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ</span><br /></span><span style="font-weight: bold;"><span style="font-size:180%;">الْكَرِیْمِ</span><br /><br /></span></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size:100%;">“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Agung dan Maha Lembut, Tiada</span></span><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-size:100%;">Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan‘Arasy yang agung. Tiada Tuhan yang berhak</span></span><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-size:100%;">disembah selain Allah, Tuhan langit dan bumi danTuhan ‘Arasy yang mulia“</span><span style="font-weight: bold;"></span></span><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;"></span></span></div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-18692829151735144132010-01-24T00:31:00.000-08:002010-01-24T00:32:56.225-08:00Hukum Tentang Hewan Qurban<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Bolehkan berkorban satu ekor sapi dengan cara urunan yang dilakukan oleh tujuh orang?</span><br /><br /></div>Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan bolehkah melakukan urunan untuk membeli satu ekor sapi kurban bagi tujuh orang. Imam Malik tidak membolehkan hal tersebut, sebagaimana pernyataan Ibnu Abdil Bar dalam kitab At Tamhid dan sebagaimana yang disebutkan oleh Az Zarqoni dalam Syarah Al Muwatto'.<br /><br />Sedangkan Mayoritas Ulama atau Jumhur Ulama membolehkan untuk melakukan urunan pembelian hewan kurban bagi tujuh orang, dan ini merupakan pendapat yang kuat.<br /><div style="text-align: justify;"><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Apakah hukum menerima hewan korban yang hidup dari non muslim</span>?<br /></div><br />Tidak ada salahnya menerima hadiah dari non muslim dengan segala jenisnya baik itu berupa kambing sembelihan atau yang lainnya yang dibolehkan oleh Allah untuk memanfaatkannya. Hal ini diperbolehkan dengan syarat apa yang mereka berikan tersebut tidak ada kaitannya dengan agama islam, jadi hanya murni pemberian tanpa ada embel-embelan pahala untuk mereka.<br /><div style="text-align: justify;">Tecatat dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad dan para sahabat menerima hadiah dari orang-orang non muslim, bahkan sebaliknya umat islam juga memberikan hadiah kepada mereka.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Apakah orang yang berkurban harus menyembelih sendiri hewan kurbannya?</span><br /><br />Pada perinsipnya seseorang yang berkorban hendaknya menyembelih korbannya dengan tangannya sendiri dan tidak diwakilkan kepada orang lain, sebagaimana Nabi Muhammad SAW melakukannya sendiri. Ini merupakan bentuk mengikuti sunnah Nabi. Namun jika tidak mampu melakukannya sendiri karena sebab-sebab tertentu maka boleh diwakilkan kepada orang lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Apakah boleh mewakilkan penyembelihan hewan kurban kepada orang Ahli Kitab (Nasrani/Yahudi)?</span><br /><br />Sedangkan mewakilkan penyembelihan kepada orang diluar islam (Nasrani/ Yahudi) walaupun orang tersebut menyembelih dengan cara islami, para ulama mengatakan hukumnya adalah makruh. Dalam kitab <span style="font-style: italic;">At Taj wal Iklil</span> dikatakan, "Tidak seharusnya seorang muslim memberikan penyembelihan hewan Korbannya kepada ahli kitab walaupun itu temannya, jika tetap dilakukan maka boleh dimakan daging sembelihannya".<br /><br />Namun apabila dia menyembelihnya dengan cara yang tidak islami maka dagingnya tidak boleh dimakan, sama seperti halnya bila orang muslim menyembelih hewan kurban dengan cara yang tidak islami, misalkan dengan cara ditombak, dll maka daging hewan tersebut tidak boleh dimakan atau hukumnya haram.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Apa hukum memberi daging hewan kurban kepada orang lain dan berapa bagian dari daging tersebut yang harus diberikan? Dan apa hukum memberi hewan kurban kepada orang non muslim?</span><br /><br />Perlu diketahui bahwa memberi daging kepada orang lain dari hewan yang disembelih hukumnya sunnah, bukan wajib. Ini adalah pendapat yang terdapat dalam mazhab Maliki. Sedangkan Imam Syafi'i dan Imam Ahmad berpendapat wajib mensedekahkan daging hewan kurban tersebut jika orang yang diberi adalah seorang muslim Adapun jika orang yang diberi itu seorang non muslim maka Imam Malik mengatakan hukumnya makruh untuk memberi mereka daging hewan kurban. Imam Malik berkata, "Selain mereka lebih kami cintai". Dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa memberi daging kurban yang wajib kepada orang kafir hukumnya haram, sedangkan bila daging korban sunnah maka memberi daging korban tersebut kepada mereka hukumnya makruh. Dalam hal ini Imam Syafi'i membedakan hukum sesuai dengan hukum sembelihan yang dilakukan.<br /><br />Sedangkan beberapa Ulama lainnya mengizinkan umat islam untuk memberikan daging kurban kepada orang kafir yang tidak memerangi umat islam.<br /><br />Kesimpulannya adalah tidak seharusnya bagi seorang muslim memberikan daging kurban kepada selain orang islam. Walaupun ada sebagian ulama' yang membolehkan, namun lebih banyak yang memakruhkan bahkan ada yang mengharamkannya.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Bolehkah melakukan urunan untuk membeli hewan kurban? Dan apakah setiap orang yang ikut dalam urunan tersebut harus sama niatnya?</span><br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;"></span>Urunan untuk membeli hewan kurban hukumnya boleh. Hitungannya adalah satu ekor onta bisa mewakili tujuh orang begitu juga dengan sapi untuk tujuh orang. Dan tidak diwajibkan setiap yang ikut dalam urunan tersebut untuk berniat dengan niat yang sama, bahkan mereka boleh berniat dengan niat kurban yang berbeda-beda, misalkan beberapa orang berniat untuk kurban hari raya Idul Adha dan yang lainnya berniat untuk kurban aqiqah dan sebagian yang lain hanya menginginkan dagingnya saja tanpa berniat apapun. Pendapat ini adalah pendapat sebagian besar ulama.<br /><br />Imam Ibnu Quddamah berkata, "Tujuh orang boleh bergabung untuk memotong satu ekor sapi atau satu ekor onta, baik kurban yang dilakukan hukumnya wajib atau sunnah, atau sebagian berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sebagian lainnya hanya menginginkan daging saja".<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Bolehkah mengorbankan hewan hamil?</span><br /><br />Para ulama berbeda pendapat dalam hukum mengorbankan hewan kurban yang sedang hamil. Namun walaupun begitu mayoritas ulama membolehkannya.<br /><br />Dalam Ensiklopedi Fiqih disebutkan bahwa para ulama tidak mengkategorikan kehamilan sebagai sebuah aib dalam hewan kurban. Berbeda dengan Imam Syafi'i, beliau mengatakan bahwa hewan yang hamil tidak boleh dikurbankan, bahkan bila tetap dikurbankan tidak mendatangkan pahala kurban. Alasan pelarangan tersebut karena kehamilan dapat mengurangi kualitas dan kuantitas daging hewan kurban.<br /><br />Pendapat yang paling utama adalah tidak mempermasalahakan kehamilan pada hewan kurban sebagai bentuk keluar dari perbedaan. Jika hewan kurban yang akan dipotong ternyata dalam kondisi hamil maka tidak ada salahnya untuk dikurbankan. Adapun hukum sembelihan anak yang ada di dalam kandungan hukumnya sama dengan hukum sembelihan induknya, artinya anak yang ada di dalam kandungan jika keluar dalam kondisi mati tidak perlu disembelih lagi bila induknya sudah disembelih, karena sembelihan induknya adalah sembelihan bagi anaknya. Dan jika sembelihan induknya sesuai dengan ajaran islam yang berdampak pada kehalalan dagingnya, maka anak yang ada di dalam kandungan hukumnya juga halal.<br /><br />Namun jika anak yang ada di dalam kandungan belum mati setelah induknya dipotong, maka disembelih dengan sembelihan yang berbeda.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Hukum mengorbankan sapi gemuk yang masih berusia dibawah dua tahun</span><br /><br />Imam Muslim meriwayatkan dalam hadits shahihnya dari hadits Jabir RA, bahwa Nabi SAW bersabda, "Janganlah kalian menyembelih kecuali Musinnah, Jika kalian susah mendapatkannya maka potonglah Al Jaz'ah dari domba".<br /><br />Yang dimaksud dengan musinnah adalah sapi yang berusia dua tahun dan telah masuk pada tahun ke tiga. Ini merupakan Nas Hadits yang menunjukkan tidak bolehnya menyembelih hewan kurban yang masih di bawah dua tahun, dan mengorbankannya dianggap tidak mendatangkan pahala kurban, bahkan hanya dihitung sebagai sembelihan hewan biasa.<br /><br />Genapnya usia seekor hewan kurban dua tahun merupakan syarat yang menjadi patokan hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT. Walaupun seekor hewan memiliki daging yang banyak namun belum genap usia dua tahun maka tidak dianggap sebagai hewan kurban.<br /><br />Di dalam hadits Shahih dikatakan bahwa Abu Burdah bin Nayyar pernah berkata kepada Nabi SAW, “Saya memiliki hewan peliharaan (yang dia maksud adalah hewan yang berusia dibawah dua tahun)hewan itu lebih kusukai (untuk dikorbankan) dari pada hewan yang berusia dua tahun". Kemudian Rasul berkata, "Potonglah hewan tersebut, dan ini tidak berlaku bagi orang setelah kamu".<br /><br />Dalam hadits ini, Nabi SAW hanya mengkhususkan Abu Burdah saja yang boleh memotong hewan kurban di bawah dua tahun. Nabi tidak melihat apakah hewan kurban tersebut memiliki banyak daging atau tidak sebagaimana yang dipahami dari perkataan Abu Burdah ‘Hewan tersebut lebih kusukai (untuk dikorbankan) dari pada hewan yang berusia dua tahun’.<br />Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka orang yang telah membeli hewan untuk dikurbankan namun tidak genap usia dua tahun, hendaknya dia menunggu sampai usianya genap dua tahun. Jika dia masih bersikeras untuk mengorbankannya maka dia tidak mendapatkan pahala kurban, akan tetapi dia hanya mendapat pahala sedekah dari daging yang dia sedekahkan. Wallahu a'lam.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Hukum memakan daging hewan kurban karena nazar</span><br /><br />Para ulama mengatakan, Jika seseorang berkata, "Ini adalah hewan kurbanku", maka hewan kurban tersebut menjadi wajib baginya, sehingga dia tidak dibolehkan untuk menjual hewan tersebut atau menghadiahkannya kepada orang lain.<br /><br />Dinyatakan dalam Syarah Al-Kabir: .... Hewan kurban menjadi wajib hukumnya hanya dengan perkataan 'ini kurbanku' sebagaimana seorang hamba sahaya menjadi merdeka dengan perkataan tuannya, "dia merdeka", tampa memperhatikan niat orang yang mengatakannya.<br />An Nawawi mengatakan dalam Al Majmu', Ketika seseorang memiliki onta atau domba, kemudian dia berkata, "Saya jadikan hewan ini untuk dikurbankan", atau "Ini untuk kurban", atau "saya akan berkurban dengan hewan ini", maka hewan tersebut menjadi hewan kurban yang wajib dikurbankan.<br /><br />Sedangkan bagaimana jika orang yang bernazar untuk berkurban memakan sebagian dari daging kurbannya? Para ulama bersepakat bahwa seseorang yang berkurban dengan kurban sukarela atau sunnah dia dianjurkan untuk memakan sebagian dari daging hewan kurban tersebut.<br /><br />Dalam Enslikopedi Fiqih dikatakan bahwa para ulama menganjurkan bagi orang yang berkurban untuk memakan sebagian dari hewan kurbannya sebagaimana firman Allah SWT, "Kemudian apabila telah rebah (mati) maka makanlah sebagiannya dan berilah maka orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak minta-minta) dan orang yang meminta”. (QS. Al Haj: 36).<br /><br />Sedangkan hewan kurban yang wajib karena telah ditentukan oleh pemiliknya atau karena nazar, para ulama berbeda pendapat dalam hukum memakan dagingnya bagi orang yang berkurban. Dalam Ensiklopedi Fiqih dikatakan, "Hewan kurban yang wajib, para ulama berbeda pendapat dalam hukum memakan dagingnya bagi yang berkorban".<br /><br />Menurut ulama Malikiyah dan menurut pendapat yang benar dari ulama Hambali, orang yang berkorban karena kewajiban boleh memakan daging kurbannya dan memberikan sebagian yang lainnya kepada orang lain.<br /><br />Sedangkan menurut sebagian ulama Hambali yang lainnya dan ini merupakan pendapat yang jelas dari Imam Ahmad, orang yang berkurban dengan kurban wajib tidak boleh memakan hewan kurban yang dia nazarkan sebagaimana tidak bolehnya memakan Hadyu (Hewan kurban yang disembelih sebagai pengganti dam) yang dinazarkan. Ini juga merupakan pendapat para ulama Syafi'i, "Jika hewan kurban dipotong dengan nazar mutlaq, maka orang yang bernazar tersebut boleh memakan dagingnya".<br /><br />Sedangkan menurut ulama Hanafiyyah, "pada permasalah ini perlu ada penjelasan lebih lanjut", akan tetapi Al Kasani dalam kitab Al Bada'i mengatakan hukumnya boleh berdasarkan suara bulat dari para ulama Hanafiyyah, baik hewan kurban tersebut hukumnya sunnah atau wajib, dinazarkan atau tidak.<br /><br />Dari pemaparan pendapat dari kalangan ulama tadi, jelas bahwa memakan daging hewan kurban yang diwajibkan karena nazar atau karena telah ditentukan, hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama, sehingga jalan terbaik sebagai langkah kehati-hatian adalah tidak memakan daging hewan kurban tersebut.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Hukum menyumbangkan kulit hewan kurban untuk perbaikan bangunan masjid</span><br /><br />Ada sebuah yayasan yang bergerak dan bertujuan untuk membangun masjid di salah satu tempat. Yayasan ini dalam mengumpulkan dana yang digunakan untuk pembangunan tersebut melakukan aktifitas mengumpulkan kulit -kulit hewan kurban. Kulit tersebut diambil dari pemiliknya tampa ada bayaran sedikit pun dan para pemilik kulit tersebut juga mengetahui apa yang akan dilakukan terhadap kulit-kulit tersebut. Oleh yayasan, kulit tersebut dijual ke salah satu pabrik pengolahan kulit, dari hasil penjualan itulah yayasan mendapatkan dana untuk pembanguna masjid.<br /><br />Bagaimana tinjauan syar'i yang berkaitan dengan masalah ini?<br /><br />Sebenarnya kulit hewan kurban bisa digunakan untuk apa saja yang bermanfaat. Jika pemilik memberikan kulit tesebut kepada yayasan supaya yayasan menjual dan mengambil uangnya untuk pembangunan masjid maka ini merupakan perbuatan yang baik dan dibolehkan.<br /><br />Para ulama menyatakan bahwa orang yang berkorban hendaknya memanfaatkan kulit hewan kurbannya dengan sebaik-baiknya, baik dengan cara menyedekahkannya, menghadiahkannya atau meminjamkannya kepada orang lain atau dengan bentuk pemanfaatan lainnya.<br /><br />Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam hal bolehnya orang yang berkurban menjual kulit hewan kurban miliknya.<br /><br />Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa orang yang berkurban tidak boleh menjual kulit hewan kurbannya. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Hasan Al Basri membolehkannya.<br /><br />Oleh karena itu, dalam permasalah ini, seorang yang berkurban hendaknya tidak menjual kulit hewan kurban miliknya akan tetapi menyedekahkannya saja. Dengan begitu, yayasan yang disebut di atas dapat memanfaatkan kulit tersebut dengan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam.<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Apa yang harus dilakukan jika seseorang sebelum kematiannya berwasiat kepada ahli warisnya untuk memotongkan hewan kurban setelah dia meninggal dunia?</span><br /><br />Jika seseorang mewasiatkan kepada ahli warisnya untuk memotongkan hewan kurban setelah kematiannya maka para ahli waris wajib melaksanakan wasiat yang dia tinggalkan. Para ahli waris juga boleh memakan daging hewan kurban tersebut dan memberi sebagian yang lain kepada orang yang membutuhkan. Ini merupakan pendapat para Ulama Maliki dan Hambali.<br /><br />Sedangkan menurut ulama' Syafi'i dan menurut pendapat yang kuat dari ulama' Hanafi mengatakan mereka (ahli waris) tidak boleh memakan daging hewan kurban tersebut akan tetapi harus disedekahkan.<br /><br />Dalam buku Matolib Uli An Nahyi yang merupakan salah satu kitab ulama' Hambali dikatakan bahwa berkurban untuk orang yang sudah mati lebih baik dari pada berkurban untuk orang yang masih hidup karena mereka yang sudah mati tidak memiliki kemampuan lagi untuk beramal dan mereka lebih butuh pahala dari pada mereka yang masih hidup". Dari pernyataan ulama’ Hambali ini dapat kita simpulkan bahwa ulama’ Hambali mewajibkan untuk melaksanakan wasiat orang yang sudah meninggal bahkan menganjurkan untuk berkurban untuk orang yang sudah meninggal walaupun mereka tidak mewasiatkan hal tersebut.</div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-52927909081995922922010-01-24T00:19:00.000-08:002010-01-24T00:25:23.459-08:00Yang Paling Dicintai Rasulullah SAW Diantara Kalian<b> </b> <div style="text-align: right;"> <b> </b><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ أَحْسَنَكُمْ أَخْلَاقًا </span></span></div><div style="text-align: right;"><p style="font-weight: bold;"><span style="font-size:100%;">(صحيح البخاري)</span></p> <br /></div><p style="font-size: 20px; text-align: justify;"> </p><div> </div><p style="text-align: justify;">Sabda Rasulullah saw :<br />“Sungguh yg paling kucintai diantara kalian adalah yg paling baik akhlaknya” (Shahih Bukhari)</p><div style="text-align: justify;"><br /><br /></div><p style="text-align: justify;">Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Alhamdulillah kita lanjutkan acara kita, nanti syarah haditsnya akan dilanjutkan oleh beliau karena beliau ini hafal Shahih Bukhari dan syarahnya dan lebih dari 30.000 hadits. Demikian hadirin,</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kita mintakan kepada guru kita fadhilatul ustadz ad da’i illaAllah Sayyidil Habib Musa Al Kadhim bin Ja’far Assegaf untuk menyampaikan tausiyah beberapa menit lantas diterjemahkan oleh guru kita fadhilatul ustadz ad da’i ilallah Syekh Ridwan Al Amri lantas dilanjutkan beberapa menit. Demikian, tafadhol masykura..</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Segala puji bagi Allah Swt yang telah mengumpulkan kita di tempat ini, shalawat dan salam kita haturkan kepada hadiratul Rasulullah Saw. Al Habib Musa bin Ja’far Assegaf, tamu kita dari kota Tarim, Hadramaut. Beliau membuka pembicaraannya dengan mengucapkan hamdalah dan bershalawat kepada Rasulullah Saw. Kemudian beliau mengatakn baru saja kita sama – sama mendengarkan sabda daripada Rasulullah Saw yang mana hadits itu keluar dari lisannya Nabi Muhammad Saw yang sudah pasti akan membawa keberkahan bagi kita yang mendengarkan hadits daripada Rasulullah Saw.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kita tadi sama – sama mendengarkan sabda Rasulullah Saw bahwasanya <b>“inna min ahabbikum ilayya ahsanakum akhlaq” <i>sesungguhnya orang yang paling aku cintai dari ummatku adalah yang paling baik akhlaknya</i></b>, yang paling aku cintai, kata Rasulullah Saw. Walaupun banyak, seperti membaca Alqur’an itu orang – orang yang dicintai Allah Swt. Orang yang banyak berdzikir orang yang dicintai oleh Allah Swt. Akan tetapi hadits ini memperkuat bahwasanya <b>orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw dari kalian semua adalah yang akhlaknya paling bagus.</b></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Alhamdulillah, berkat taufiq dari Allah Swt, Allah memberikan kita kemudahan untuk bisa kita berbuat amal – amal yang taat sehingga kita menjadi orang – orang yang dicintai oleh Rasulullah Saw maka ketahuilah apabila kita ingin dijadikan orang – orang yang paling dicintai oleh Allah Swt, ini ada jalur yang paling cepat yaitu bagaimana memperbagus akhlak budi pekerti kita sebagaimana Rasulllah Saw.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kita semua mampu untuk mengajak orang, bagaimana mereka bisa mencontoh akhlak Rasulullah Saw yang baik. Sebagaimana Allah Swt menciptakan yaitu manusia dengan bentuk dan rupa yang paling baik. <b>“Laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim” <i>sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. QS. At-Tiin : 4.,</i></b>, Maka manusia diciptakan oleh Allah Swt melebihi daripada makhluk Allah yang lainnya.maka dari itu kita diajarkan oleh Baginda Rasulullah Saw, apabila seorang mukmin ia berkaca di depan kaca, ia melihat bentuk dan rupa yang diberikan oleh Allah Swt kepada dirinya, akan tetapi bentuk rupa yang dhahir terlihat maka jangan lupa juga kata Rasulullah Saw yaitu akhlak atau budi pekerti yang baik. Sehingga Nabi Muhammad Saw mengajarkan kepada kita satu dia apabila kita berkaca ,<b>“Allahumma kamaahassanta khalqiy fahassin khuluqiy” <i>(doa ketika bercermin) Ya Allah sebagaimana Engkau sempurnakan bentuk dan rupaku, Engkau perindah bentuk dan rupaku, Engkau perbaiki juga bagaimana bathinku yaitu dengan akhlak yang mulia.</i></b> Ketahuilah! Bentuk dan rupa yang dhahir yang apabila rupa kita kurang baik, niscaya akhirnya kita meninggal dunia, apabila dikubur selesai itu bentuk dan rupa yang tidak baik. Akan tetapi bentuk rupa yang bathin, yang tidak terlihat terkecuali dilihat oleh orang – orang tertentu yang diijinkan oleh Allah Swt yaitu akhlak yang mulia dan itulah akan terus terbawa kepada orang ini sampai nanti hari kiamat berjumpa dengan Allah Swt. Sebagaimana kita merawat diri kita, merawat bentuk rupa kita pun, kita diajarkan oleh Baginda Rasulullah Saw untuk memperbaiki akhlak kita, budi pekerti kita sehingga Allah Swt melihat bukan hanya dhahir kita akan tetapi bathin kita juga.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Jadi tadi, Alhabib Musa mengatakan seseorang apabila ingin berakhlak mulia sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, disamping ia berusaha jangan pula lupa ia memohon dan berdoa kepada Allah Swt. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw pun berdoa di dalam doa – doanya. Beliau saw berdoa kepada Allah Swt agar Allah memberikan petunjuk kepada beliau saw, agar beliau saw diberikan kesabaran oleh Allah Swt. Telah berapa banyak cobaan dan penderitaan yang dialami oleh Rasulullah Saw. Nabi Saw mendapatkan cobaan, yaitu mendapatkan gangguan maka Nabi saw sabar untuk menghadapi gangguan daripada orang – orang kafir quraisy. Akan tetapi segala gangguan yang dialami oleh Rasulullah Saw dan penderitaan yang dirasakan oleh Nabi Muhammad Saw, itu semua dihadapi oleh Nabi Muhammad Saw yaitu orang – orang kuffar bermuamalah dihadapan Rasul saw dengan muamalah yang tidak baik. Tingkah laku mereka yang buruk kepada Nabi saw, akan tetapi dengan akhlaknya Rasulullah Saw, beliau tidak membalas dengan sesuatu yang tidak baik. Akan tetapi Rasulullah Saw membalas segala perbuatan mereka yang jelek dengan perbuatan yang baik. Itulah akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Sehingga Allah Swt memuji kepada Nabi Muhammad Saw di dalam Alqur’anulkarim. Yang dipuji bukan dari kesabarannya, yang dipuji bukan dari ibadahnya, padahal Nabi Muhammad Saw banyak beribadah kepada Allah Swt. Sehingga diriwayatkan dari banyaknya ibadah Nabi Muhammad Saw, dari qiyamullailnya Nabi saw sampai bengkak kedua telapak kaki beliau. Akan tetapi semua perbuatan Nabi Muhammad Saw, ibadah – ibadah, amal – amal Nabi Muhammad Saw yang dipuji oleh Allah Swt didalam Alqur’an <b>“wa innaka la a’la khuluqin adzim” <i>sesungguhnya engkau Ya Rasulullah didalam budi pekerti yang sangat agung. QS. Al Qalam : 4</i></b>. Sesungguhnya Rasul saw sungguh benar – benar berada didalam budi pekerti yang sangat tinggi dan agung disisi Allah Swt. Kalau kita manusia yang biasa, mungkin kita bisa berakhlak tapi akhlaknya al hasanah. Perbuatan akhlak yang bagus, tidak dikatakan akhlak kita agung. Tidak ada yang berbuat akhlak yang bagus dikatakan akhlaknya agung. Akan tetapi akhlak yang agung ini hanyalah diberikan oleh Allah Swt kepada Baginda Rasulullah Saw. Sehingga akhlaknya Nabi saw yang begitu agung menutupi segala hal yang lainnya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Tidak dipuji, <b>“wa innaka la a’la ilm adzim” <i>sesungguhnya engkau didalam ilmu yang begitu agung. Sesungguhnya engkau dalam sabar yang agung. Akan tetapi Allah Swt memuji kepada Nabi Muhammad Saw </i></b><b>“wa innaka la a’la khuluqin adzim”.</b> Maka keluarlah pujian yang diberikan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw bagaimana akhlaknya Nabi Muhammad Saw sehingga mereka yang tadinya musuh – musuh Nabi saw. Orang – orang kafir masuk ke dalam agama Islam, mereka taat kepada Nabi Muhammad Saw, karena apa? Bukan hanya dari kesabaran Nabi saw tapi melihat bagaimana akhlaknya Rasulullah Saw.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Dikatakan bahwa (saya belum bawa ucapan beliau tadi) ,Rasul saw mengatakan <b>“wakhaaliqunnaasi bikhuluqin hasan” <i>pergauli manusia, engkau bergaul (bermuamalah) sesama manusia (dengan baik) bukan dengan perbuatan yang lain.</i></b> Akan tetapi dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw, diajarkan oleh Baginda Rasulullah Saw maka <i>diperintahkan bergaulah kepada orang lain dengan akhlak yang baik</i>. Maka disini akhlak yang mulia bisa melebihi daripada amalan – amalan yang lain bahkan melebihi derajat orang – orang yang shalih, orang – orang yang banyak shalatnya dengan akhlak yang mulia. Maka banyak hadits, kalau seseorang mungkin banyak puasanya, shalat sunnahnya banyak, akan tetapi dia tidak mempunyai akhlak yang baik maka ini derajatnya rendah di mata Allah Swt dibanding orang yang tidak banyak berpuasa, tidak banyak shalat sunnah, akan tetapi akhlaknya mulia, budi pekertinya agung maka orang ini derajatnya lebih tinggi disisi Allah Swt. Sebagaimana disabdakan oleh Baginda Rasulullah Saw <b><i>“ada sebagian manusia, yaitu seseorang laki – laki maupun perempuan ia dengan akhlaknya yang baik bisa melebihi derajatnya orang – orang yang berpuasa dan derajatnya orang – orang yang bangun di malam hari”.</i></b></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Diperhatikan ikhwani bahwasanya Rasulullah Saw yang mulia itu, yang sangat agung bukan hanya diketahui oleh para sahabat Nabi Muhammad Saw. Bukan hanya orang – orang mukminin yang mengetahui akhlak dan budi pekerti beliau saw yang sangat agung itu, akan tetapi mereka para orang – orang kafir, mereka orang – orang munafik, musuh Rasulullah Saw, mereka mengetahui budi pekerti dan akhlak daripada Rasulullah Saw yang mulia dan sangat agung. Bahkan diriwayatkan daripada akhlak beliau yang sangat agung, sampai anak – anak kecil mengetahui bagaimana akhlaknya Rasulullah Saw yang sangat mulia.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Sehingga Rasul Saw mempunyai kebiasaan, kalau beliau pulang dari peperangan, beliau kumpul bersama semuanya, anak – anak kecil yang masih berumur kecil, mereka berbaris dihadapan Nabi Muhammad Saw. Terkadang di barisan depan itu adalah Sayyidina Ja’far bin Abu Tholib, Sayyidina Hasan wa Husein dan beberapa sahabat sampai shaf yang kedua dan ketiga dan Rasul saw duduk di hadapan mereka sambil melihat mereka semua, Rasulullah Saw mengatakan sayembara kepada mereka <b>“hai anak – anak sesungguhnya aku menyembunyikan sesuatu di ketiakku ini atau di pakaianku. Barangsiapa yang cepat mengambil apa yang aku sembunyikan maka dia akan mendapatkan hadiah dariku, silahkan mengambil sesuatu yang aku sembunyikan di pakaianku”</b>. Maka semua anak – anak yang berbaris di depan Rasulullah Saw, satu – persatu dari mereka berlomba – lomba mendatangi menghampiri Rasulullah Saw, ada yang datang dari belakang, ada yang datang dari dadanya Rasulullah saw, ada yang datang dari kepalanya Rasul saw, mereka berebutan mengambil sesustu yang disembunyikan oleh Rasulullah Saw dan beliau diserbu oleh anak – anak kecil, beliau saw tertawa dengan gembira melihat tingkah laku anak – anak yang memperlakukan Rasulullah Saw. Inilah akhlak, inilah budi pekerti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw sehingga beliau saw dicintai oleh ummatnya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Beliau (Alhabib Musa) menceritakan bagaimana akhlak Rasulullah Saw yang perlu kita contoh. Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw sedang duduk dengan para istri – istrinya, Sayyidah Hafsah, Sayyidah Zainab, Sayyidatuna Aisyah dan yang lainnya duduk bersama Rasulullah Saw. Dan mereka para istri Nabi saw kumpul bersama Rasul saw mereka tertawa dan dari mereka ada yang mengangkat suaranya di hadapan Sang Nabi saw. Satu sama lainnya saling bercanda di hadapan Nabi Muhammad Saw dan beliau saw meladeni dan melayani bagaimana istri – istrinya. Tidak lama kemudian, sedang asyik – asyiknya mereka para istri – istri Nabi Muhammad Saw bersama Sang Nabi sedang bercanda, tiba – tiba terdengar suara ketukan pintu. Tatkala didengar suara ketukan pintu, <b>“Assalamu’alaikum”</b> dilihat Sayyidina Umar bin Khattab maka semua para istri Nabi saw yang tadi sedang asyik duduk bersama Nabi Muhammad Saw, sedang bersenda gurau bersama Sang Nabi saw, mereka semua mengenakan hijab (cadar) nya. Yang tadinya membuka kerudungnya, mereka semua kembali memakainya dan menutup cadarnya sampai mereka semua masuk ke dalam kamar, bersembunyi tidak mau lagi duduk dengan Rasulullah Saw karena datang Sayyidina Umar bin Khattab. Maka Sayyidina Umar bin Khattab setelah masuk, Rasulullah Saw tertawa melihat Sayyidina Umar bin Khattab. Maka Sayyidina Umar melihat Rasulullah Saw yang tertawa gembira sampai geli hatinya Rasulullah Saw, <b>semoga Allah mendengarkan engkau ya Rasulullah. Demi Allah Swt membuat engkau gembira ya Rasulullah saw, sebagaimana engkau dibuat gembira oleh Allah Swt. “apa yang membuat engkau tertawa ya Rasulullah?”</b> maka Rasulullah Saw mengatakan <b>“tadi sebelum engkau datang, semua istri – istriku sedang berkumpul, sedang bercanda gurau denganku, kemudian tatkala engkau datang, mereka masuk ke dalam menutup cadarnya dan bersembunyi”.</b> Maka Sayyidina Umar bin Khattab berteriak dari depan <b>“hai para istri – istri Nabi saw, kalian lebih takut kepadaku daripada Rasulullah Saw? Rasulullah lebih berhak, lebih pantas untuk ditakuti daripada aku?”</b> Maka menyahut salah satu istri daripada Nabi Muhammad Saw <b>“ya Umar benar, kami lebih takut padamu, kami tidak takut daripada Rasulullah Saw karena kami mengenal engkau adalah orang yang keras maka kami takut. Nanti kalau kami tertawa, engkau akan memarahi kami. Akan tetapi kalau kami tertawa, kami bercanda dihadapan suami kami yaitu Rasulullah Saw, beliau saw tidak pernah memarahi kami”.</b> <b>Maka Sayyidina Umar bin Khattab melihat keadaan ini, beliau terdiam. Dan Rasul saw tertawa (Shahih Bukhari).</b></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Diriwayatkan bahwasanya daripada akhlaknya Rasulullah Saw pernah satu kali Rasulullah Saw didatangi daripada anak dari seorang munafikin yaitu Abdullah bin Ubay. Ia terkenal di Madinah, ia meninggal dunia. Tatkala ia mati, anak – anaknya daaing mendatangi Rasulullah saw <b>“ya Rasulullah aku minta kain kafan untuk mengkafani ayahku yang sudahmeninggal dunia”</b> maka Rasulullah Saw mengatakan <b>“baik”</b> padahal Rasul saw tahu ini orang munafik, maka diberikan kain oleh Rasul saw untuk mengkafani ayahnya yang meninggal itu. Maka Rasul saw daripada akhlaknya Rasulullah saw <b>“coba engkau memberitahu sebelumnya maka aku akan datang dan menyolati ayahmu itu”</b> maka anak itu berkata <b>“ya Rasulullah boleh disholati”</b> maka Rasulullah datang dalam pekuburannya. Sudah seelsai dikafankan dan dikuburkan, Rasulullah saw menyolatkannya. Tatkala Rasul saw menyolatkan diatas kuburnya itu, Sayyidina Umar bin Khattab sedih mengetahui hal ini, Sayyidina Umar mengingatkan kepada Rasulullah saw <b>“ya Rasulullah engkau tahu ia ini munafik, tidak akan diridhoi seorang munafikin, kenapa engkau sholatkan?”</b> berkata Rasulullah Saw <b>“ya Umar belum ada larangan dari Allah Swt untuk aku menyolatkan kepadanya walaupun ia orang munafik”.</b> Maka disholatkan oleh Rasul saw seblum turun ayat <b>“wala tusholli a’la…wala ” <i>jangan sekali – kali kalian menyolatkan salah satu dari orang munafik.</i></b> Rasulullah saw melarang menyolatkan jenazah daripada orang munafik dan tidak boleh berdiri di kuburannya atau pekuburan mereka. Maka dikatakan oleh ahli tafsir setelah turunnya ayat ini <b><i>“beruntung kepada munafikin Abdullah bin Ubay bahwasanya ia mendapatkan ampunan dari Allah Swt berkat shalatnya Rasulullah Saw untuknya”.</i></b> Lihat akhlaknya Rasulullah Saw, beliau saw tahu ini orang munafik tapi beliau saw mendatanginya bukan hanya memberikan kain kafan tapi menyolatkannya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Maka kita berusaha agar bagaimana akhlak kita menjadi akhlak yang baik. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw. Kita selalu memohon dan meminta kepada Allah Swt disamping kita berusaha, kita juga berdoa sebagaimana Baginda Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita bagaimana beliau saw berdoa dan meminta kepada Allah Swt untuk diberikan petunjuk dan menjadi amalan – amalan yang paling baik. Diantaranya yaitu akhlak yang mulia. Maka Rasulullah saw mengajarkan kita, apabila seseorang ingin bercermin ucapkanlah <b>“Allahumma kamaahassanta khalqiy fahassin khuluqiy” <i>maka sebagaimana Engkau memperbaiki bentuk dan rupaku Ya Allah, maka perbaikilah juga akhlakku.</i></b> Yang dhahir minta diperbaiki oleh Allah dan yang bathin juga minta diperbaiki oleh Allah. Kita adalah manusia tidak sama dengan hewan, kita tidak sama dengan tumbuh – tumbuhan. Tumbuh – tumbuhan kalau mati kembalinya kepada tanah, kalau binatang mati kembalinya menjadi tanah, itu pepohonan kalau mati akan kembali menjadi tanah. Akan tetapi engkau wahai manusia apabila engkau meninggal dunia engkau bukan kembali kepada tanah, walaupun jasadmu dilianglahatkan ke dalam tanah akan tetapi ruhmu akan kembali kepada Allah Swt. Ruhmu naik keatas menghadap Allah Swt, akan menghadap Allah Swt apabila sebagaimana kita yaitu ruh kita, santapan rohani kita. Akhlak mulia yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw itu akan mengangkat derajat kita.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Dikatakan bahwasanya dengan akhlak yang mulia, seseorang bisa mengalahkan daripada amalan – amalan orang yang berpuasa, amalan – amalan orang yang shalat qiyamullail. Mungkin engkau bisa shalat, membutuhkan waktu 4 jam. Mungkin hal seperti ini membutuhkan waktu 4 jam atau berpuasa sekian bulan engkau berpuasa sunnah. Akan tetapi dengan perbuatan akhlak yang mulia, budi pekerti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw bisa mempercepat naiknya derajatmu disisi Allah Swt. Maka dari itu marilah kita berusaha sebagaimana dhahiran kita diperbaiki oleh Allah Swt dalam bentuk rupa yang baik danjangan lupa juga kita memperbaiki yaitu bentuk bathin kita, akhlak kita yang telah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah Saw, bagaimana kita bisa berakhlak yang mulia sebagaimana akhlaknya Rasulullah Saw.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Dikatakan mudah – mudahan Majelis Rasulullah Saw ini dilimpahi keberkahan. Majelis seperti ini dicintai Nabi saw, majelis seperti ini menggembirakan hati Nabi saw yang banyak hadir di majelis ini kaum pemuda – pemudi, anak – anak, anak – anak muda ini yang paling dicintai oleh Nabi Muhammad Saw. Karena di dalam setiap peperangan banyak didapati daripada kaum pemuda. Pernah satu kali Sayyidina Abdurrahman bin Auf, sahabat Rasulullah Saw tatkala beliau sedang didalam barisan beliau menengok ke sevelah kanan didapati semua banyak anak – anak muda, beliau menengok ke sebelah kiri rata – rata yang ada anak – anak muda. Maka tiba – tiba sedang asyiknya sudah siap menghadapi musuh, tiba – tiba ada dikutan dari samping kanannya Sayyidina Abdurrahman bin Auf, ada yang nyolek Sayyidina Abdurrahman bin Auf maka Sayyidina Abdurrahman bin Auf menoleh ke sebelah kanannya. Ini ada anak kecil belum begitu besar, umurnya belasan tahun, <b>“apa yang kau mau, apa yang kau inginkan wahai anak muda?”</b> anak itu berkata <b>“wahai Abdurrahman tunjukkan padaku mana yang namanya Abu Jahal?”</b> ini anak muda ikut perang mau mencari mana yang namanya Abu Jahal. <b>“untuk apa kau mencari Abu Jahal”,</b> kata Sayyidina Abdurrahman bin Auf. Anak itu menjawab <b>“telah sampai kepadaku kabar bahwasanya Abu Jahal itu yang selalu menyakiti Rasulullah Saw. Waktu di kota Makkah, belum hijrah ke Madinah sampai kabar kepadaku bahwasanya Abu Jahal ini orang yang selalu menyakiti Rasulullah saw, orang yang selalu mengganggu Rasulullah saw, maka tolong kau beritahu padaku ya Abdurrahman mana itu Abu Jahal, aku ingin membunuhnya?”.</b></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Belum selesai anak ini berbicara ada colekan lagi dari sebelah kiri <b>“ada apa ini?”</b> Sayyidina Abdurrahman menoleh anak muda juga, pertanyaannya sama dengan yang sebelah kanan. Sayyidina Abdurrahman bin Auf berkata <b>“untuk apa kau mencari – cari Abu Jahal”</b>, berkata sang anak <b>“telah sampai kepadaku bahwasanya Abu Jahal ini adalah musuh Allah yang banyak menggoda dan mengganggu Rasulullah Saw di Makkah”.</b> Maka Sayyidina Abdurrahman bin Auf melihat semangat dari si anak muda ini, tidak lama kemudian Sayyidina Abdurrahman bin Auf melihat itu yang namanya Abu Jahal dikelilingi oleh para musuh – musuh yang lain. Panah disebelah kirinya dan disebelah kanannya Abu Jahal, maka tatkala Sayyidina Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada yang di sebelah kanannya <b>“hai anak muda itulah yang namanya Abu Jahal”.</b> Belum sempat memberi saran, memberi petunjuk <b>“hai hati – hati Abu Jahal orang jahat”,</b> belum sempat mengatakan itu langsung anak muda itu tanpa tawar – menawar langsung terjun dihadapinya itu Abu Jahal, ia lemparkan tombaknya ke dada Abu Jahal. Si anak sebelah kiri bertanya <b>“mana itu Abu Jahal?”</b> Sayyidina Abdurrahman berkata <b>“itu”</b>. Langsung si anak terjun menghadapi Abu Jahal, ia senang ingin membunuh Abu Jahal karena kebenciannya kepada Abu Jahal karena Abu Jahal sering menyakiti Rasulullah Saw. Lihat kaum pemuda dimasa Nabi Muhammad Saw, mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi Nabi Muhammad Saw. Mereka para pemuda – pemuda yang sangat dicintai oleh Rasulullah Saw.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Jazakallahu khair jaza Guru kita yang kita muliakan fadhilatul ustadz ad da’i illaAllah Sayyidil Habib Musa bin Ja’far Assegaf mataanAllahu bihi, semoga Allah memanjangkan usia beliau, semoga Allah melimpahkan keberkahan dan kebahagiaan kepada beliau di dunia dan akhirat, dan memberikan usrah di dalam dakwah beliau di seluruh permukaan bumi. Karena beliau ini baru kembali dari Inggris beberapa waktu yang lalu dan mendatangi negeri – negeri Eropa. Sudah semakin luas dakwah Nabi kita Muhammad Saw yang hampir saja mulai padam dan kini mulai saatnya bangkit. Dan malam ini kita berjumpa dengan beliau, semoga Allah memberi keluasan di dalam bimbingan dan dakwah beliau. Amin Allahumma Amin.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Limpahan puji kehadirat Allah Jalla Wa Alla, yang telah mengumpulkan kita dalam kehadirat agung ini, didalam rahasia pengampunan Illahi. Telah kita dengar sabda Nabi kita Muhammad Saw <b>“inna min ahabbikum ilayya ahsanakum akhlaq” <i>sungguh yang paling kucintai diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.</i></b></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah, Jawablah lamaran Sang Nabi saw untuk dicintai oelh beliau saw. Kecintaan beliau dunia dan akhirat. Keberuntungan dunia dan akhirat, kebahagiaan dunia dan akhirat, kemewahan yang abadi mendekat dengan beliau saw di yaumal qiyamah. Hadirin ketika nafas telah mencapai tenggorokkan kita dan saat nafas itu berakhir, semoga nafas itu berakhir dalam cinta kita kepada Nabi Muhammad Saw. Bagaimana riwayat Shahih Bukhari Rasul saw memuji kaum anshar <b>“man ahabbahum ahabbullah waman abghadhahum abghadhahullah.<i>” barangsiapa yang mencintai kaum anshar maka mereka dicintai Allah, barangsiapa yang membenci kaum anshar maka mereka dibenci Allah.</i></b> Ini kaum anshar, lebih – lebih lagi Sayyidina Muhammad Saw. Barangsiapa yang mencintai beliau akan dicintai Allah. Rabbiy halalkan sanubari kami untuk selalu mencintai Nabi kami Muhammad Saw dan bukakan bagi kami gerbang keluasan cinta-Mu kepada kami karena kami mencintai Nabi Muhammad Saw. Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzaljalali wal ikram</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kita bermunajat kepada Allah memohon pengampunan atas dosa – dosa kita dan dosa saudari – saudari kita muslimin – muslimat yang terjebak dalam dosa dan kesalahan sebab perbuatan mereka mulai dari muncul lagi musibah di permukaan bumi Indonesia ini maka Rabbiy kami meminta pengampunan untuk kami dan muslimin – muslimat yang penuh dosa, mereka yang terjebak dalam kemaksiatan hujani dengan hidayah. Mereka yang terjebak dalam perzinahan hujani mereka dengan taubat, mereka yang terjebak didalam perjudian dan segala kemunkaran dan segala kerusakan akidah hujani mereka dengan hidayah dan rahmat. Kami bermunajat untuk kami dan ayahbunda kami dan negeri kami dan seluruh wilayah muslimin khususnya negeri muslimin terbesar di muka bumi ini. Rabbiy Rabbiy jangan Kau jadikan pemimpin yang muncul diantara kami pemimpin yang biadab, pemimpin yang tidak membela akidah Islam, pemimpin yang tidak membela kedamaian, kami minta pemimpin yang baik, yang membawa kedamaian, kemakmuran, menegakkan keadilan, menindas kedhaliman, mengamankan mereka – mereka yang lemah. Ya Rahman Ya Rahim mereka yang terjebak didalam kesalahan dari pemimpin – pemimpin kami, beri mereka hidayah, kenalkan mereka kepada sujud.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><b><u>Faquuluuu jamii’an (ucapkanlah bersama sama) </u> Ya Allah, Ya Allah..Ya Allah..Ya Allah..</b></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><b><u>Faquuluuu jamii'an (ucapkanlah bersama sama) </u>Laillahailallah Laillahailallah Laillahailallah Muhammadurrasulullah</b></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kami berdoa cukupkan musibah Ya Rabb, kami mengakui dosa kami dan dosa muslimin – muslimat, kami risau melihat hujan yang semakin hari semakin deras, dan ingin terus membenahi dosa – dosa kami yang makin deras. Rabbiy maka cukupkanlah hujan – hujan yang membawa musibah, turunkanlah hujan hidayah, turunkanlah hujan taubat, Ya Rahman Ya Rahim wahai Allah tahanlah musibah sebelum turun dari langit, Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzaljalali wal ikram Ya Dzathtahuli wal in’am Hadirin – hadirat dan kita lanjutkan dengan doa bersama meminta keselamatanbagi muslimin – muslimat. Dan juga ingin saya sampaikan kepada hadirin bahwa saya banyak diminta untuk menyampaikan tausiyah di acara – acara partai politik dan saya akan datangi undangan mereka karena saya tidak berani menolak ketika orang banyak mengadakan banyak hal yang padanya dosa lalu saya diminta memberi peringatan dan saya tidak mampu menolaknya, saya harus datang dan menyampaikan tausiyah. Maka jangan kaget jika saya muncul di banyak acara partai – partai politik. Sungguh ini untuk dakwah Sayyidina Muhammad Saw. Kita harus mendakwahi semua kelompok masyarakat dari yang terbawah sampai yang teratas harus disampaikan kemuliaan Allah dan Rasul saw. Biarkan semua bendera – bendera naik di dunia ini dan tidak ada bendera yang abadi kecuali bendera Sayyidina Muhammad Saw. Kita berdoa bersama dengan keberkahan Habib Musa bin Ja’far dan juga para tamu dan para habaib kita dari Malang dan Surabaya dan para da’i besar kita, semoga malam ini menjadi malam yang banyak turunnya rahmatnya Allah kepada kita. Amin Allahumma Amin..</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Washollallahu ala Sayyidina Muhammad Nabiyyil Ummiy wa Shohbihi wa Sallam.</p>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-25256285129792958702010-01-23T23:49:00.000-08:002010-01-24T00:19:07.846-08:00Pengertian Hadits<div style="text-align: justify;">Hadits (bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">Etimologi</span></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1] Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,[2] maka kata tersebut adalah kata benda.[3]</span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:130%;">Struktur Hadits</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).</span><br /><br /><span style="font-size:100%;"> Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayat Bukhari) </span><br /><br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Sanad</span></span></span></span><br /></div><p style="text-align: justify;">Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah</p><div style="text-align: justify;"> </div><dl style="text-align: justify;"><dd><i>Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW</i></dd></dl><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :</p><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>Keutuhan sanadnya</li><li>Jumlahnya</li><li>Perawi akhirnya</li></ul><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.</p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;">Matan</span><br /></p><p style="text-align: justify;">Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:</p><div style="text-align: justify;"> </div><dl style="text-align: justify;"><dd><i>"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia </i><i>cinta</i><i> untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"<br /></i></dd></dl><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,</li><li>Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).</li></ul><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;">Klasifikasi Hadits</span><br /><br />Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)<br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;">Berdasarkan ujung sanad</span><br /></p><p style="text-align: justify;">Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu' :<br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya)</li><li>Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat Nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'.Contoh: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Bukhari" title="Imam Bukhari">Al Bukhari</a> dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar" title="Abu Bakar">Abu Bakar</a>, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.</li><li>Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".<br /></li></ul><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).</p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;">Berdasarkan jumlah penutur</span><br /><br />Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.</p><ul style="text-align: justify;"><li>Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)</li><li>Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain : <ul><li>Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)</li><li>Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)</li><li>Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.</li></ul></li></ul><div style="text-align: justify;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Berdasarkan_tingkat_keaslian_hadits">Berdasarkan tingkat keaslian hadits</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'</p><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut: <ol><li>Sanadnya bersambung;</li><li>Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.</li><li>Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .</li></ol> </li><li>Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.</li><li>Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.</li><li>Hadits Maudu', bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.</li></ul><div style="text-align: justify;"><br /></div><h3 style="text-align: justify;"><span class="mw-headline" id="Jenis-jenis_lain">Jenis-jenis lain</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.</li><li>Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.</li><li>Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu'tal (Hadits sakit atau cacat)</li><li>Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan</li><li>Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)</li><li>Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah</li><li>Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya</li><li>Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.</li><li>Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi Hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya</li></ul><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;">Periwayat Hadits</span><br /><br />Periwayat Hadits yang diterima oleh Muslim<br /><br />1. Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H)<br />2. Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H)<br />3. Sunan Abu Daud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H)<br />4. Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H)<br />5. Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H)<br />6. Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).<br />7. Imam Ahmad bin Hambal<br />8. Imam Malik<br />9. Ad-Darimi<br /><br /><span style="font-size:130%;">Periwayat Hadits yang diterima oleh Syi'ah</span><br /><br />Muslim Syi'ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad saw, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal.<br /><br />Ada beberapa sekte dalam Syi'ah, tetapi sebagian besar menggunakan:<br /><br /> * Ushul al-Kafi<br /> * Al-Istibshar<br /> * Al-Tahdzib<br /> * Man La Yahduruhu al-Faqih<br /><br /><span style="font-size:130%;">Pembentukan dan Sejarahnya</span><br /><br /><br />Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadits. Itulah pembentukan Hadits.<br />Masa Pembentukan Al Hadist<br /><br />Masa pembentukan Hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja.<br />Masa Penggalian<br /><br />Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi'in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Al Hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.<br />Masa Penghimpunan<br /><br />Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima Al Hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya Al Hadits palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada Al Hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa Al Hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan Al Hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan Al Hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan Al Hadits marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.<br /><br /><span style="font-size:130%;">Masa Pendiwanan dan Penyusunan</span><br /><br />Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan Al Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan Al Hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Al Hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai Al Hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Al Hadits abad 4 H. <span style="font-size:130%;"> </span><br /><br /></div><p style="text-align: justify;"><br /><br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><div style="text-align: justify;"><br /><br /><br /></div>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-10000180280135569432010-01-23T22:28:00.000-08:002010-01-23T23:18:00.812-08:00Sejarah Al Quran<div style="text-align: justify;"><b>Al-Qur’ān</b> (ejaan KBBI: Alquran, Arab: <big><b>القرآن</b></big>) adalahkitab suci agama Islam. Umat Islam memercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.<br /><br /><span style="font-size:130%;">Apakah itu al-Quran?</span><br /><br />"Quran" menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih bererti "bacaan", asal kata qara’a. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).<br /><br /><br />Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:<br /><br /> “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”<br /><br />Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:<br /><br />“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.<br /><br />Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:<br /><br />"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"<br /><br />Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;">Bagaimanakah al-Quran itu diwahyukan?</span><br /><br />· Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan. di antaranya:<br /><br />1, Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: "Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku", (lihat surah (42) Asy Syuura ayat (51).<br /><br />2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.<br /><br />3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: "Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa".<br /><br />· 4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surah (53) An Najm ayat 13 dan 14.<br /><br />Artinya:<br /><br />· Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika ia berada di Sidratulmuntaha.<br /><br /><br /><br />Hikmah diturunkan al-Quran secara beransur-ansur<br /><br />Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:<br /><br />1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.<br /><br />2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).<br /><br />3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.<br /><br />4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an ayat (25) Al Furqaan ayat 32, yaitu:<br /><br />· mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus<br /><br />· Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri:<br /><br />· demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu<br /><br />5. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.<br /><br /><span style="font-size:130%;">Nama-nama lain Al-Qur'an</span><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;"></span>Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:<br /></div><ul style="text-align: justify;"><li>Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)</li><li>Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)</li><li>Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)</li><li>Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)</li><li>Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)</li><li>Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)</li><li>Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)</li><li>Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)</li><li>At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)</li></ul><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)</li><li>Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)</li><li>Al-Bayan (penerang): QS(3:138)</li><li>Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)</li><li>Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)</li><li>An-Nur (cahaya): QS(4:174)</li><li>Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)</li><li>Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)</li><li>Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)</li></ul><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;">Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al Qur’an itu dibahagi atas dua golongan:</span><br />Ayat Makkiyah dan ayat Madaniyah<br /><br />1. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyyah.<br /><br />2. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.<br /><br />Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 86 surah, sedang ayat-ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 28 surah.<br /><br />Perbezaan ayat-ayat Makiyyah dengan ayat-ayat Madaniyyah ialah:<br /><br />1. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya pendek-pendek sedang ayat-ayat Madaniyyah panjang-panjang; surat Madaniyyah yang merupakan 11/30 dari isi Al Qur’an ayat-ayatnya berjumlah 1,456, sedang ayat Makkiyyah yang merupakan 19/30 dari isi Al Qur’an jumlah ayat-ayatnya 4,780 ayat.<br /><br />Juz 28 seluruhnya Madaniyyah kecuali ayat (60) Mumtahinah, ayat-ayatnya berjumlah 137; sedang juz 29 ialah Makkiyyah kecuali ayat (76) Addahr, ayat-ayatnya berjumlah 431. Surat Al Anfaal dan surat Asy Syu’araa masing-masing merupakan setengah juz tetapi yang pertama Madaniyyah dengan bilangan ayat sebanyak 75, sedang yang kedua Makiyyah dengan ayatnya yang berjumlah 227.<br /><br />2. Dalam ayat-ayat Madaniyyah terdapat perkataan "Ya ayyuhalladzi na aamanu" dan sedikit sekali terdapat perkataan ‘Yaa ayyuhannaas’, sedang dalam ayat ayat Makiyyah adalah sebaliknya.<br /><br />3. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat yang terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti; sedang Madaniyyah mengandung hukum-hukum, baik yang berhubungan dengan hukum adat atau hukum-hukum duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketata negaraan, hukum perang, hukum internasional, hukum antara agama dan lain-lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;"></span><span style="font-size:130%;">Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya</span><br /><br />Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.<br /> Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW<br /><br />Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.<br /> Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin<br />Pada masa pemerintahan Abu Bakar<br /><br />Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.<br /> Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan<br /><br />Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.<br /><br />Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:<br /><br /> Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."<br /><br />Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).<br /><br /><br /> Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an<br /><br />Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.<br /> Terjemahan<br /><br />Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; terkadang untuk arti hakiki, terkadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.<br /><br />Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:<br /><br /> 1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002<br /> 2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus<br /> 3. An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy<br /> 4. Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS<br /><br />Terjemahan dalam bahasa Inggris<br /><br /> 1. The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali<br /> 2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall<br /><br /> <br /><br />Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:<br /><br /> 1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta<br /> 2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)<br /> 3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien<br /> 4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang<br /> 5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan<br /> 6. Al-Amin (bahasa Sunda)<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;">Tafsir Al Quran</span><br /><br />Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.<br /><br /><br /><br /><span style="font-size:130%;">Adab Terhadap Al Quran</span><br /><br />Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.<br /><br /> Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)<br /><br />Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.<br /><br /><span style="font-size:130%;">Hubungan dengan kitab-kitab lain</span><br /><br />Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:<br /><br /> * Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)<br /> * Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)<br /> * Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)<br /> * Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.<br /><br /><br /></div><span style="color: rgb(0, 0, 0);"></span>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-15537185063405664712010-01-23T22:08:00.000-08:002010-01-23T22:26:55.107-08:00Pendapat Para Imam dan Muhaddits Tentang Perayaan Maulid<p style="text-align: justify;">1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :<br />Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : "hari ini hari ditenggelamkannya Fir'aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : "Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian", maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur'an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt "SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG-ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA" (QS Al Imran 164)</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :<br />Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300, dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil'aalamiin dan membawa Syariah untuk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman-teman dan saudara-saudara, menjamu dengan makanan-makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. Bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : "Husnulmaqshad fii 'amalilmaulid".</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :<br />Merupakan Bid'ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan kelahiran Nabi saw.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">4. Pendapat Imamul Qurra' Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya 'Urif bitta'rif Maulidissyariif :<br />Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : "di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)" (shahih Bukhari hadits no.4813). maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur'an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :<br />Serupa dengan ucapan Imamul Qurra' Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah<br />berkata "tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar".</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah<br />dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : "ketahuilah salah satu bid'ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw"</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah<br />dengan karangan maulidnya yang terkenal "al aruus" juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, "Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya".</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah<br />dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: "Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar".</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dihyah alkalbi dengan karangan maulidnya yg bernama "Attanwir fi maulid basyir an nadzir".</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dengan maulidnya "urfu at ta'rif bi maulid assyarif"</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">12. Imam al Hafidh Ibn Katsir yang karangan kitab maulidnya dikenal dengan nama : "maulid ibn katsir"</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">13. Imam Al Hafidh Al 'Iraqy dengan maulidnya "maurid al hana fi maulid assana"</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy telah mengarang beberapa maulid : Jaami' al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra'iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">15. Imam assyakhawiy dengan maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi dengan maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yang terkenal dengan ibn diba' dengan maulidnya addiba'i </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">18. Imam ibn hajar al haitsami dengan maulidnya itmam anni'mah alal alam bi maulid sayid waladu adam </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">19. Imam Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dengan nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">20. Al Allamah Ali Al Qari' dengan maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">21. Al Allamah al Muhaddits Ja'far bin Hasan Al barzanji dengan maulidnya yang terkenal maulid barzanji</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani dengan maulid Al yaman wal is'ad bi maulid khair al ibad</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Namun memang setiap kebaikan dan kebangkitan semangat muslimin mestilah ada yg menentangnya, dan hal yg lebih menyakitkan adalah justru penentangan itu bukan dari kalangan kuffar, tapi dari kalangan muslimin sendiri, mereka tak suka Nabi saw dicintai dan dimuliakan, padahal para sahabat radhiyallahu'anhum sangat memuliakan Nabi saw, Setelah Rasul saw wafat maka Asma binti Abubakar shiddiq ra menjadikan baju beliau saw sebagai pengobatan, bila ada yg sakit maka ia mencelupkan baju Rasul saw itu di air lalu air itu diminumkan pada yg sakit (shahih Muslim hadits no.2069).</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">seorang sahabat meminta Rasul saw shalat dirumahnya agar kemudian ia akan menjadikan bekas tempat shalat beliau saw itu mushollah dirumahnya, maka Rasul saw datang kerumah orang itu dan bertanya : "dimana tempat yg kau inginkan aku shalat?". Demikian para sahabat bertabarruk dengan bekas tempat shalatnya Rasul saw hingga dijadikan musholla (Shahih Bukhari hadits no.1130). Sayyidina Umar bin Khattab ra ketika ia telah dihadapan sakratulmaut, Yaitu sebuah serangan pedang yg merobek perutnya dengan luka yg sangat lebar, beliau tersungkur roboh dan mulai tersengal sengal beliau berkata kepada putranya (Abdullah bin Umar ra), "Pergilah pada ummulmukminin, katakan padanya aku berkirim salam hormat padanya, dan kalau diperbolehkan aku ingin dimakamkan disebelah Makam Rasul saw dan Abubakar ra", maka ketika Ummulmukminin telah mengizinkannya maka berkatalah Umar ra : "Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu" (dimakamkan disamping makam Rasul saw" (Shahih Bukhari hadits no.1328). Dihadapan Umar bin Khattab ra Kuburan Nabi saw mempunyai arti yg sangat Agung, hingga kuburannya pun ingin disebelah kuburan Nabi saw, bahkan ia berkata : "Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu".</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Dan masih banyak riwayat shahih lainnya tentang takdhim dan pengagungan sahabat pada Rasulullah saw, namun justru hal itu ditentang oleh kelompok baru di akhir zaman ini, mereka menganggap hal hal semacam itu adalah kultus, ini hanya sebab kedangkalan pemahaman syariah mereka, dan kebutaan atas ilmu kemurnian tauhid. Maka marilah kita sambut kedatangan Bulan Kebangkitan Cinta Muslimin pada Nabi saw ini dengan semangat juang untuk turut berperan serta dalam Panji Dakwah, jadikan medan ini benar benar sebagai ajang perjuangan kita untuk menerangi wilayah kita, masyarakat kita, masjid kita, musholla kita, rumah rumah kita, dengan cahaya Kebangkitan Sunnah, Cahaya Semangat Hijrah, kemuliaan kelahiran Nabi saw yg mengawali seluruh kemuliaan islam, dan wafatnya Nabi saw yg mengawali semangat pertama setelah wafatnya beliau saw.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Saudara saudarku, kelompok anti maulid semakin gencar berusaha menghalangi tegaknya panji dakwah, maka kalian jangan mundur dan berdiam diri, bela Nabimu saw, bela idolamu saw, tunjukkan akidah sucimu dan semangat juangmu, bukan hanya mereka yg memiliki semangat juang dan mengotori masji masjid ahlussunnah dengan pencacian dg memfitnah kita adalah kaum musyrik karena mengkultuskan Nabi, </p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Saudaraku bangkitlah, karena bila kau berdiam diri maka kau turut bertanggung jawab pula atas kesesatan mereka, padahal mereka saudara saudara kita, mereka teman kita, mereka keluarga kita, maka bangkitlah untuk memperbaiki keadaan mereka, bukan dengan pedang dan pertikaian, sungguh kekerasan hanya akan membuka fitnah lebih besar, namun dg semangat dan gigih untuk menegakkan kebenaran, mengobati fitnah yg merasuki muslimin muslimat..</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Nah saudara saudaraku, para pembela Rasulullah saw.. jadikan 12 Rabiul awwal adalah sumpah setiamu pada Nabimu Muhammad saw, Sumpah Cintamu pada Rasulullah saw, dan Sumpah Pembelaanmu pada Habibullah Muhammad saw.</p>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-74017099044557007632010-01-23T21:35:00.000-08:002010-01-23T21:45:13.525-08:00Doa Malaikat Kepada Hamba ALLAH<p style="font-size: 20px; text-align: right;"> <b> قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ماَ مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ اْلعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا اَللّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ اَللّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا . </b></p><p><b>( صحيح البخاري )</b></p> <p><b>" Tiada suatu hari pada hamba-hamba Allah kecuali dua malaikat turun , seraya berdoa : Wahai Allah berilah para penderma keberhasilan , dan malaikat yang kedua berkata : Wahai Allah , berilah orang yang menahan hartanya ( kikir ) kehancuran " . ( Shahih Al Bukhari ) </b></p><br /><br />Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ الحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ واَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجمَعِ اْلكَرِيْمِ وَاْلحَمْدُلِلهِ الَّذِيْ جَمَعَنَا فِيْ هَذِهِ الْجَلْسَةِ اْلعَظِيْمَةِ...</p> <p>Limpahan puji ke hadirat Allah subhanahu wata'ala yang Maha Luhur , Yang Maha Agung , Yang Maha Mengungguli segenap keagungan yang berawal dan bersumber dari-Nya segala keagungan serta berakhir kepada-Nya segala kewibawaan dan keagungan , karena Yang Maha Agung adalah Tunggal milik Allah dan yang lain adalah bias , yang lain adalah pantulan baik itu berupa keindahan atau kewibawaan , kedudukan , kekayaan atau apapun maka kesemuanya itu hanyalah bias dan bayangan saja , sedangkan yang asli hanyalah satu yaitu Allah subhanahu wata'ala .</p> <p> Alam semesta ini hanyalah bayangan kewibawaan Ilahi , bayangan keindahan Allah , hakikatnya bukan alam semesta tapi hakikatnya adalah Al Wujud Jalla wa 'Alaa subhanahu wata'ala Yang Maha Ada . Bagaimana kita mengetahui antara bayangan dan yang asli , kita butuh cahaya yang terang , apa cahaya yang terang ? maka carilah cahaya yang paling terang di alam semesta yaitu sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam , inilah cahaya yang paling terang benderang hingga kau bisa melihat Zat Al Wujud , Zat Yang kau bersujud kepada-Nya , Yang selalu melihat kita , apakah mungkin manusia melihat Allah sebelum wafat ? tentunya sangat mungkin . Karena Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda di riwayatkan dalam dalam Shahih Al Bukhari :</p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> اَلإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ</p> <p>" Ihsan yaitu engkau mengabdi kepada Allah seperti engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” Al Ihsan derajat tertinggi dalam keimanan , yaitu beribadah kepada Allah seakan ia melihat Allah tapi jika ia tidak mampu melihat Allah maka ia sungguh meyakini bahwa ia dilihat oleh Allah . Itulah derajat yang paling sempurna .</p> <p>Hadirin hadirat , barangkali dalam setiap detik-detik puluhan tahun penuh kegelapan dan dosa , kita ingin detik-detik saat ini jiwa kita merasa dilihat oleh Yang Maha Melihat , dilihat dosa-dosa kita untuk dihapuskan , dilihat musibah kita untuk diganti dengan anugerah , dilihat kesedihan kita untuk diganti dengan kenikmatan , dilihat segala musibah kita untuk diganti dengan kebahagiaan dunia dan akhirah itulah harapan kami wahai yang melihat jiwa kami . Kami sadari ataupun tidak , Engkau tetap melihat kami , kami sadari ataupun tidak Engkau tetap mengatur kami , maka aturlah kami dengan sebaik-baik pengaturan . Allah memberi satu lorong kehidupan besar bagi mereka yang mau mencapai kesempurnaan hidup , dan Allah bukakan satu pintu besar bagi mereka yang memilih kesulitan hidup , seraya berfirman :</p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى ، وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى </p><p>( الليل :5-7 )</p> <p> " Maka barangsiapa ( memberikan hartanya di jalan Allah ) dan bertakwa , dan membenarkan adanya pahala yang terbaik ( surga ), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan ( kebahagiaan )" . ( QS. Al Lail : 5-7 )</p> <p> Maka barangsiapa yang banyak mengeluarkan hartanya dalam bershadaqah , bukan hanya bershadaqah saja , tetapi juga bertakwa dan memperbanyak ibadah dan juga membenarkan hal-hal yang baik , terkadang ada juga yang banyak bershadaqah , banyak beribadah tetapi tidak membenarkan hal yang baik , ketika datang waktunya maulid hal ini dikatakan bid'ah dan syirik , maka yang seperti itu bukanlah yang termasuk dalam firman Allah : " Washaddaqa bil Husnaa " .</p> <p> Maka jika tiga syarat ini dilengkapi ; ia banyak bershadaqah , ia perbanyak ibadah semampunya , dan ia membenarkan hal-hal yang baik , tidak ia pungkiri . Misalnya ada orang yang memakai siwak , ( mungkin ) ada yang berkata : " Waduh siwak itu ketinggalan zaman , itu zaman Nabi sekarang sudah ada sikat gigi jadi tidak perlu lagi memakai siwak ", pakai siwak dan sikat gigi dipakai juga . ( Mungkin ) ada yang kalau memakai siwak ia merasa giginya tidak bersih , berbeda karena di masa lalu makanannya tidak bermacam-macam seperti sekarang , oleh karena itu zaman sekarang gigi tidak bersih jika dengan siwak , maka harus dengan sikat gigi . Maka gunakan sikat gigi untuk membersihkan gigi dan menggunakan siwak untuk mendapatkan pahala sunnah karena Rasululullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :</p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> اَلسِّوَاكُ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ مُطَهَّرَةٌ لِلْفَمِ مغْضَبَةٌ لِلشَّيْطَانِ </p> <p> " Siwak keridhoan bagi Allah dan kebersihan bagi mulut serta kebencian bagi syaitan " Siwak membawa keridhaan Allah , serta kebersihan bagi mulut dan kebencian syaitan , karena muncul pengampunan dari Allah atas dosa-dosa dari bibir dan lidahnya . Hadirin hadirat , maka jika seseorang membenarkan hal-hal yang baik seperti itu , dan banyak bertakwa , banyak bershadaqah , maka apa yang akan dilakukan oleh Allah terhadap orang-orang yang berbuat seperti itu ? firman-Nya :</p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى </p><p> ( الليل : 7 )</p> <p>" maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan ( kebahagiaan ) . ( QS. Al Lail : 7 )</p> <p> Allah mudahkan jalan hidupnya , jika Allah telah berjanji " Akan Aku mudahkan jalan menuju kemudahan " , maka apa saja yang ada di hadapannya baik itu rumah tangga , pekerjaan , sekolahnya , usahanya dan apa pun yang ada di hadapannya maka Allah akan menjadikannya mudah , ditumpah ruahkan anugerah tanpa ia sadari , sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala : </p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ </p><p>( الطلاق : 2-3 )</p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> " Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia ( Allah ) akan membukakan jalan keluar baginya , dan Dia memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka " . ( QS. At Thalaq : 2-3 ) </p> <p> Limpahan anugerah Ilahi tercurah seluas-luasnya , dengan kita memperbanyak shadaqah , memperbanyak ibadah dan membenarkan hal- hal yang baik , dan sebaliknya firman Allah subhanahu wata'ala :</p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى ، وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى ، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى </p><p>( اليل : 8-10 )</p> <p> " Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup , serta mendustakan ( pahala ) yang terbaik , maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran ( kesengsaraan ) " . ( QS. Al Lail : 8-10 )</p> <p> Sudah termasuk orang yang kikir , juga malas beribadah dan mendustakan pula hal-hal yang baik . Berkumpul untuk berzikir atau kalau ngaji malam hari dikritik ( ngapain ngaji malam-malam , lebih baik di rumah saja ) , tetapi siang juga tidak ngaji , maka tentunya orang seperti ini adalah orang yang tidak baik yang hanya berbicara dengan hawa nafsunya .</p> <p> Maka jika tiga hal ini ada pada seseorang ; sudah kikir , malas juga beribadah , ketika disampaikan hadits tentang keutamaan shalat lima waktu , maka ( mungkin ) ia berkata : " nanti saja shalatnya kalau lewat 40 " , ketika disampaikan hadits tentang larangan hubungan buruk antara pria dan wanita , mungkin ia berkata " Itu kan kalangan santri ", terus saja merasa malas untuk beribadah , serta mendustakan hal-hal yang baik , dalam tafsir juga ada yang menafsirkan bahwa maksudnya adalah tidak menerima kalimatullah al 'ulya ( tidak menerima Islam ) , maksudnya " kufur " . Jika tiga hal ini berpadu , maka firman Allah subhanahu wata'ala : </p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى </p><p>( اليل: 10 )</p> <p> " Maka akan Kami ( Allah ) mudahkan baginya jalan menuju kesukaran ( kesengsaraan ) " . ( QS. Al Lail : 10 )</p> <p> Rumah tangganya dipersulit , pekerjaannya sulit , kehidupan dunianya sulit , akhiratnya juga sulit dan ia akan menemui kesulitan yang abadi . Hadirin hadirat , Takdir Allah diserahkan kepada mu , mau memilih jalan yang mana . Kita tidak bisa kemana-mana , kita harus memilih salah satu diantara dua jalan . Yaitu jalan yang baik , jika kita memilih jalan yang ini maka kita akan menemui sedikit hambatan dan kemudian kemudahan dan kemudahan hingga kemudahan yang abadi , atau memilih jalan yang satunya , yang tidak kelihatan kesulitannya , tampaknya mudah , tetapi ujungnya adalah jurang . Masih beruntung jika ujungnya hanya sekedar jurang , tapi jika itu adalah jurang neraka , yang tidak mati tetapi digantikan kulitnya yang telah hangus , digantikan lagi terus seperti itu ( na'uzubillah ) dari banyaknya dosa yang diperbuat . Dan kita memohon kepada Allah semoga semua wajah yang hadir pada malam hari ini diberi kemudahan dunia dan akhirat , semua yang ada ini dibimbing oleh Allah menuju jalan kemudahan , Ya Rahman Ya Rahim Ya Zal Jalaali wal Ikram .</p> <p> Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah Sampailah kita pada hadits agung ini , dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan : " Bahwa setiap hari kedua malaikat diturunkan oleh Allah kepada setiap hamba-Nya , seraya berdoa : </p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> اَللّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا </p> <p> " Wahai Allah para penderma keberhasilan ( pengganti dari yang telah diinfakkan ) " . Dan malaikat yang lainnya berkata : </p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> اَللّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا </p> <p> " Wahai Allah , berilah pada orang yang menahan hartanya (kikir ) kehancuran "</p> <p> Malaikat yang pertama berdoa agar orang-orang yang berderma itu diberi kemenangan , kesuksesan dan digantikan dengan yang lebih baik dari harta yang ia dermakan . Sedangkan malaikat yang kedua berdoa agar Allah memberikan kesulitan dan kehancuran hidup kepada orang yang kikir , dan Allah mencabut keberkahan rizkinya . Bayangkan kalau seandainya kita berderma , ketahuilah di saat itu malaikat sedang mendoakan kita sebelum orang lain mendoakan kita , tapi di saat kita menahan harta kita maka di saat itu malaikat juga mendoakan kehancuran bagi kita , inilah sabda Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan di sinilah Allah membuka lagi gerbang-gerbang keluhuran , keberhasilan dan kesuksesan bagi orang-orang yang beriman .</p> <p> Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah<br />Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari , ketika seorang wanita bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : " Ya Rasulallah ibuku telah wafat , jika aku mengirimkan amal untuk dia apakah pahalanya akan sampai ? " , maka Rasul shallallahu 'alaihi wasallam berkata : " betul, sampai " , demikian riwayat Shahih Al Bukhari . Ini adalah salah satu dalil dari belasan dalil shahih dari Shahih Al Bukhari dan Muslim tentang sampainya amal pahala kepada orang yang telah wafat , dan seluruh mazhab telah bersepakat tentang sampainya kiriman amal kepada yang wafat . Bahkan sebagian Ulama' mengatakan bahwa mengirim amal dari yang hidup kepada yang masih hidup juga sampai . Sebagian berkata hanya khusus seperti ibadah haji saja , misalnya ada yang sudah tua renta tidak mampu untuk pergi haji , maka yang lain yang pergi maka juga sampai pahalanya kepada yang tua renta tadi, padahal orang nya masih hidup .</p> <p> Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah<br />Di riwayatkan juga dalam Shahih Al Bukhari , disampaikan oleh sayyidina Abdallah bin Umar bahwa ketika Rasulullah melihat sayyidina Utsman tidak hadir dalam perang Badr , maka sayyidina Utsman berkata kepada Rasulullah seraya menangis : " Wahai Rasulullah , aku menjaga putrimu yang sedang sakit , sehingga aku tidak bisa hadir dalam perang Badr " , maka Rasulullah berkata : " Bagimu pahala Badr dan bagimu pula kemuliaan Ahlul Badr " , padahal sayyidina Utsman tidak hadir dalam perang Badr tapi pahalanya dikirim oleh Rasul shallallahu 'alaihi wasallam , jadi mengirimkan pahala itu sampai baik kepada yang hidup atau yang sudah wafat . Dan pengiriman amal itu banyak , jadi kalau kita mau berbakti kepada orang tua yang sudah wafat maka kirimkan amal ibadah kita , kalau kita mengirimkan amal ibadah kita , maka amal ibadah kita tidak akan berkurang , terkadang orang berfikir jika amalnya dikirimkan maka amal ibadahnya akan habis , tidak demikian karena Allah subhanahu wata'ala berfirman :</p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا </p><p>( الكهف : 49 )</p> <p> " Dan mereka dapati ( semua ) apa yang telah mereka kerjakan , dan Tuhanmu tidak menzhalimi seorang pun " . ( QS. Al Kahfi : 49 )</p> <p> Maka hari kiamat kelak semua yang kita perbuat akan hadir . Abu Hurairah radiyallahu 'anhu berkata : " Wahai Rasulullah ku jadikan semua amal pahala ku untukmu " , maka Rasulullah berkata : " Kalau begitu cukuplah cintamu kepadaku " ( ) dan saat Abu Hurairah dipanggil Allah di hari kiamat maka yang hadir bukan amalnya melainkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam . Demikian pula Abu Al Abbas bin Ishaq As Tsaqafi yang mana ia memberi 12 ekor kambing di hari Idul Adha dan pahalnya diberikan khusus untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , Ada yang mengkhatamkan Al qur'an 12000 kali dan pahalanya untuk Rasullullah sahallallahu 'alaihi wasallam , dan orang ini adalah murid Al Imam Ahmad bin Hanbal Ar , demikian indahnya . Dan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersbada diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ; " Hendaklah diantara kalian bershadaqah " , maka seorang sahabat berkata : " Ya Rasulallah , kalau ia tidak punya ?" , maka Rasul berkata : " kalau ia tidak punya maka bekerja lalu bershadaqahlah " , lalu sahabat bertanya lagi : " kalau sudah mencari pekerjaan tetapi tidak mendapatkan ? " , maka Rasulullah berkata : " maka membantu orang yang susah " , misalnya ada seorang penjual buah sedang mendorong gerobaknya , maka bantu ia mendorong karena hal itu juga shadaqah , meskipun bukan harta yang dikeluarkan . Maka ada sahabat yang bertanya lagi : " Ya Rasulullah jika yang seperti juga tidak ada ? ", maka Rasul berkata : " meperbanyak amal baik dan menjauhi larangan Allah " . </p> <p>Jadi jika tidak ada yang bisa dishadaqahkan , harta tidak ada , pekerjaan juga tidak ada , membantu orang tidak bisa , maka hendaklah ia memperbanyak amal baik dan menjauhi larangan Allah , karena hal itu merupakan shadaqah baginya . </p> <p> Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah<br />Ada satu hal yang perlu saya nukil dalam masalah shadaqah ini , ketika para sahabat bertanya maka Allah yang mewahyukan kepada sang Nabi Yang berfirman : </p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ </p><p>( البقرة : 219 )</p> <p> " Dan mereka bertanya kepada mu ( Muhammad ) tentang apa yang ( harus ) mereka infakkan , katakanlah kelebihan dari apa yang diperlukan " . ( QS. Al Baqarah : 219 )</p> <p> Para shahabat sudah banyak berinfaq , kaum Anshar sudah berinfaq dari setengah hartanya , kaum Muhajirin bahkan telah meninggalkan seluruh hartanya di Makkah tapi mereka masih ingin berinfaq , maka Allah subhanahu wata'ala berfirman :</p> <p style="font-size: 20px; text-align: right;"> قُلِ اْلعَفْوَ </p> <p>" Katakanlah ( Muhammad ), berinfaklah dengan maaf ". Kalau mau berinfak , berinfaklah dengan maaf dan itu adalah infak yang termahal . Jika seseorang memiliki sepuluh mobil dan menginfakkan 5 mobilnya , maka hal itu masih lebih kecil di banding ia harus memberi maaf kepada orang yang paling ia benci , ( mungkin ) lebih baik jika ia mempunyai dua rumah maka ia berikan rumah itu satu untuk orang fakir , baginya lebih ringan daripada memaafkan orang yang ia benci . Jadi infak yang paling berat adalah memaafkan orang-orang yang bersalah kepada kita . Jadi maafkan orang yang pernah salah terhadap kita , kenapa kita harus memaafkan orang yang salah kepada kita ? karena kita juga banyak berbuat jahat kepada Allah , tidak malukah kita yang banyak berbuat jahat kepada Allah jika tidak mau memaafkan orang yang berbuat jahat kepada kita ?! .</p> <p> Kita berharap Allah memaafkan kejahatan kita kepada Allah , bagaimana kita tidak mau memaafkan orang yang berbuat jahat kepada kita , bagaimana jika kelak kita ditanya di hadapan Allah : " Engkau yang meminta maaf dariKu sedangkan kau tidak mau memaafkan hambaKu yang lainnya , bukankah ia juga ciptaanKu " ? , orang yang jahat terhadap kita siapa yang telah menciptakannya , Allah juga yang menciptakannya sebagai ujian bagi kita , untuk apa ? mengapa Allah menciptakan keindahan , mengapa Allah menciptakan dia bersifat buruk , bengis , licik dan penuh kejahatan ? yaitu supaya menjadi alat bagi kita untuk mendekat kepada Allah , yang dengan itu kita akan mencapai derajat orang yang paling dicintai Allah subhanahu wata'ala .</p> <p> Hadirin hadirat , saya tidak berpanjang lebar disini telah hadir guru kita Al Habib Alwi bin Yahya yang akan meneruskan majelis hingga doa penutup , karena saya akan meninggalkan majelis dan saya mohon para jamaah untuk tetap tertib, Majelis Rasulullah tetap berlanjut , kepada Al Habib Alwi falyatafaddal masykura .</p>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1936586862904296154.post-82473490778249312702010-01-23T21:32:00.000-08:002010-01-24T01:03:49.907-08:00About<p>Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapan yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad j adalah hamba dan Rasul-Nya.</p> <p>‘Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam’ [Ali Imran 102]</p> <p>Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu’ [QS. An Nisaa’ 1].</p> <p>‘Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar’ [Al Ahzaab 70-71]</p><p><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWX5BmVpkGDWCTzbGiCQfoZAQYSyrn0XKki11jpqXCyeg6EGmWAwfsypBkp4tJsno1uGSe8Fwm8ieXeQQVQoSlubIa9PoMMc2cELOHw-SCFr6qjt5FeVlOtwAkQK7My3vfRY6aCYqQjYE/s1600-h/logo.png"><img style="cursor: pointer; width: 275px; height: 60px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWX5BmVpkGDWCTzbGiCQfoZAQYSyrn0XKki11jpqXCyeg6EGmWAwfsypBkp4tJsno1uGSe8Fwm8ieXeQQVQoSlubIa9PoMMc2cELOHw-SCFr6qjt5FeVlOtwAkQK7My3vfRY6aCYqQjYE/s400/logo.png" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5430228992052387474" border="0" /></a></p><p><br /></p><p><br /></p>Muslim Creativehttp://www.blogger.com/profile/01395329203910099527noreply@blogger.com0